Rabu, 17 Desember 2014

PEMBEBASAN


Biarlah umat-Ku pergi supaya mereka beribadah kepada-Ku (Keluaran 7:16 )          

I. Pendahuluan

            Pokok penting tentang Keluaran dari Mesir yang meletakkan dasar berdirinya umat Israel; oleh kuasa perbuatan TUHAN sehingga Israel lahir sebagai umat TUHAN. Pembebasan adalah untuk perayaan (beribadah), di mana beribadah selalu berjalan dalam proses pembebasan. Keluaran dari Mesir menjadi pokok pujian bagi bangsa Israel di dalam kebaktian yang pada umumnya dilakukan dan pada masaraya Paskah. Demikian juga dalam peranan pokok tersebut terdapat juga di dalam rumusan kepercayaan umat Israel yaitu Credo (Pengakuan Iman) di mana munculnya pernyataan ilahi, yaitu “AKUlah TUHAN, Allahmu yang telah membawa engkau ke luar dari Mesir” dan perbuatan Allah dalam kehidupan bangsa Israel yang telah melakukan pembebasan dari perbudakan (Ul 26:5-9).

            Gereja mewujudkan secara konkret perutusan pembebasan terhadap kemiskinan, dimana sikap netral gereja yang turut melanggengkan status quo kemiskinan. Oleh karena itu perlu kehadiran baru gereja ditengah sejarah yang merepresentasi jati dirinya sesuai semangat injili. Menurut Gutierrez, gereja harus memaklumkan pesan injili yang mendahulukan Kerajaan Allah untuk kaum miskin.[1]

   Demikian halnya kehadiran Pengmas yang memperlengkapi orang-orang kudus agar menjadi jemaat yang diakonial, demi terciptanya kesejahteraan dan kedamaian jemaat dan membangun Kerajaan Allah yang mensejahterakan jemaat di dunia. Sebagaimana jemaat missioner adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil, dikumpulkan, dipelihara oleh Allah yang bertugas untuk meneruskan misi pekerjaan Kristus di dunia yaitu memberitakan injil keselamatan bagi seluruh umat manusia. Dengan demikian kerajaan Allah telah dimulai dalam Yesus Kristus dan akan disempurnakan melalui kedatanganNya yang kemudian.

                                                                                                                                                                         

II. Pembebasan dari perbudakan di Mesir dan kelangsungan ibadah Israel

            Allah membawa bangsa Israel keluar dari Mesir dan membebaskan mereka dari perbudakan, serta menjadikan mereka umat milik-Nya dan sekaligus juga membangkitkan puji-pujian dan kepercayaan mereka sebagai umat yang dengan sukarela beribadah kepada-Nya. Allah membawa umat-Nya keluar dari tanah Mesir dan umat Israel digerakkan oleh Allah, sehingga mereka berjalan keluar dari Mesir. Namun segala pujian di dalam hal ini patut ditunjukkan kepada Allah, sebab Dialah yang memungkinkan, menyebabkan, menyanggupkan umat tersebut untuk keluar dari Mesir dan naik ke tanah yang telah dijanjikan, dan Dialah yang mengajak, memimpin, mengantarkan dan menyertai mereka di perjalanan.

            Pembebasan itu berarti “melepaskan pergi” dan mengizinkannya keluar sebagai orang yang merdeka. Menjadi orang yang merdeka tidaklah berarti “menjadi tuannya sendiri” atau “menurut kesukaannya sendiri”. Keadaan umat Israel setelah mengalami pembebasan, mereka turut dalam kebebasan untuk mengabdi kepada TUHAN. Umat Israel berhak pergi “sebagai orang merdeka”, lepas dari kuasa-paksa orang Mesir tetapi kebebasan tersebut memiliki dasar, isi, dan tujuan : pelayanan dan pengabdian atau ibadat kepada TUHAN. Bekerja, melayani, mengabdi dan beribadat kepada TUHAN menunjukkan adanya status dan keadaan umat Israel yang normal. Kebebasan adalah hamba-hamba TUHAN dan ke dalam keadaan yang sah inilah mereka diangkat dan dipindahkan oleh perbuatan Allah keluar dari perbudakan.

            Umat TUHAN adalah persekutuan orang-orang yang mengabdi kepada Allah. “Mengabdi” berarti “melayani”, “hidup sebagai hamba” dan perkataan yang menyatakan “Lepaslah umat-Ku pergi, supaya mereka mengabdi kepada-Ku”, merupakan tujuan Allah menuntut pelepasan dan kebebasan umat-Nya. Oleh karena itu pengabdian yang dimaksudkan ialah pelayanan kepada TUHAN berupa kebaktian atau ibadah. Hidup sebagai abdi/hamba menlakukan perayaan kebaktian dan ibadah menjadi suatu peranan utama. Permintaan Musa dan pera tua-tua Israel yang sebelumnya memohon kepada Firaun untuk memberikan kesempatan kepada bangsa tersebut untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, sesuai dengan tuntutan TUHAN melalui Musa. Dalam hal inilah terlihat bahwa bangsa tersebut meminta permohonan agar mereka diberikan kebebasan untuk beragama. Namun Firaun menolak tuntutan tersebut dan penolakan ini menyatakan dia sebagai pemerintah yang lalim dan penguasa uang tak usah dan tak boleh ditaati lagi. Tuntutan atau permintaan orang Israel untuk bebas beragama, terpaksa menjadi tuntutan kemerdekaan penuh. Firaun terpaksa melepas mereka pergi beribadah dan berarti membebaskan mereka pergi dengan tidak kembali lagi.

            Oleh karena itulah umat harus mengadakan perayaan bagi TUHAN, dan perayaan itu dimulai pada malam keluaran setelah anak sulung bangsa Mesir mati.umat Israel hanya berbuat menurut perintah Allah, menyiapkan keberangkatan mereka dan kemudian pada hakekatnya mereka mengadakan “perayaan”, “kebaktian atau ibadah” yang dikehendaki Allah sebagai tanda kehidupan umat-Nya untuk seterusnya dan selamanya. Oleh karena itu suatu “peringatan” bagi bangsa Israel kepada perbuatan yang berkuasa dari Allah, dan suatu perjamuaan dalam suasana keberangkatan-keluarga dari “rumah perbudakan”, menuju “tempat perhentian” (UL 12:9); inilah inti kebaktian itu dan untuk itulah umat Israel digerakkan oleh pembebasannya.

            Ada tiga hal yang menjadi pokok penting dimana Allah telah membebaskan, menyelamatkan, menebus umat-Nya, yaitu:

1. TUHAN sendirilah yang membebaskan umat-Nya. Umat Israel diturut sertakan di dalam perbuatan-Nya, digerakkan sehingga dengan sukarela berbuat menurut perintah-Nya; menaruh percaya kepada-Nya, mempersembahkan korban dari miliknya sendiri. Namun perlu diketahui bahwa Israel tidak ditebus oleh ibadahnya maupun oleh darah domba Paska itu sekalipun. Allah dengan rela menerima segala persembahan itu, tetapi Ia sendiri menebus umat-Nya.

2. TUHAN menebus umat-Nya dari perbudakan orang Mesir. Dia berkenan membebaskan umat-Nya dari perbudakan lainnya. Perbuatan Allah di Mesir menyatakan Dia sebagai Pemenang atas penguasa-penguasa lain yang manapun juga.

3. TUHAN dengan sungguh-sungguh membebaskan umat-Nya, oleh perbuatan-Nya mencetuskan cita-cita kebebasan dan keadilan sosial di tengah-tengah umat Israel. Allah memberikan kebebasan yang sesungguhnya; suatu kebebasan yang terbatas sifatnya, namun konkret dan riil.

            III. Ibadah dan persekutuan mempersatukan jemaat untuk memperoleh pembebasan.

            Bangsa Israel yang Allah persatukan dalam memasuki arak-arakan dan beribadah kepada TUHAN membawa mereka untuk semakin kuat untuk melakukan perlawanan. Persekutuan tersebut mengangkat umat Tuhan untuk menentang ketertindasan dan memperjuangkan perbuatan Allah yang telah memberikan kebebasan bagi mereka. Maka melalui ibadah yang dilakukan membawa mereka untuk memohon penyertaan dan bimbingan TUHAN dalam memperjuangkan kebebasan. Melalui ibadah yang dilakukan umat TUHAN, terlihat bahwa Allah mempersatukan mereka serta memberikan dukungan untuk membuka jalan kebebasan. Umat TUHAN dipersatukan dalam persekutuan agar mereka tidak berbaur atau terpecah belah dan dipengaruhi oleh kelompok yang menghambat perjuangan bangsa untuk mendapatkan pembebasan.

            Ibadah bangsa Israel juga mengajak umat TUHAN untuk menjalankan ketaatan terhadap TUHAN. Ketertindasan dan penekanan yang diperoleh dari pemerintahan yang dilakukan bangsa Mesir membuat bangsa Israel untuk meninggalkan dan anti terhadap perbuatan tersebut yaitu kekerasan dan ketidakadilan serta kehidupan sosial dari rakyat atau bangsa Israel yang tidak diperhatikan. Maka terlihatlah dari ibadah yang diperbuat bangsa Israel terhadap TUHAN yang menyatakan anti terhadap penindasan, ketidakadilan dan menekan hak kebebasan dari umat TUHAN.

            Persekutuan umat TUHAN yang menentang pemerintahan dan para penguasa diperjuangkan dan dinyatakan dalam kesatuan yang memperjuangkan pembaharuan dengan memperhatikan kehidupan masyarakat yang tertindas dan mengangkat hak mereka sehingga terwujud kesejahteraan bersama. Dalam persekutuan umat TUHAN berusaha untuk keluar dari pergumulan kehidupannya dan bersama-sama membangun kekuatan.

IV. Gereja-gereja yang Missioner

Kaum awam tidak mendapat tempat di dalam gereja karena pengaruh dan pengetahuan kaum klerus yang bertanggungjawab menafsirkan firman Tuhan itu, tetapi siapakah yang bekerja ditengah-tengah dunia?. Jawabnya ialah Kaum Awam yang setiap hari mengalami jurang yang dalam antara apa yang diperjuangkan oleh Gereja dengan apa yang dikejar oleh dunia. Dalam dunia kaum awam diterpa, digilas, diombang-ambingkan oleh paham dominan dunia. Kaum awam banyak yang bingung karena dua relaitas (fakta) yang harus mereka hadapi antara penempatan diri pada kehidupan hari minggu yang tidak merugikan dengan perjuangan mereka untuk mendapatkan relevansi dari iman Kristen di tengah-tengah dunia modern. Maka kaum awam sangat membutuhkan teolog-teolog yang memiliki kemampuan untuk menolong dan menguatkan mereka, agar mereka dapat mempertanggungjawabkan pengharapan dan iman mereka. Sehingga kaum awam terangkat dari ketertindasan menuju kehidupan yang sesuai dengan iman Kristen. Menentukan tempat kaum awam dalam kehidupan gereja bukanlah pekerjaan yang tolol sama sekali. Kaum awam dan para teolog hendaknya saling menolong, mengajar dan belajar. Dengan demikian disana terlihatlah bahwa Jemaat Kristen terpanggil dan berusaha sekuat tenaga, dan kaum awam harus sungguh menerima perlengkapan dari gereja karena merekalah yang akan menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia.

Teologi kaum awam akan berarti bila menjadi bagian dalam pandangan dan pekerjaan Gereja untuk mengakui tempat yang sentral dari kaum awam dan keikutsertaannya yang bertanggungjawab dalam panggilan Gereja.[2] Kaum adalah jemaat yang sebenarnya, dan umat Allah yang dipanggil ke luar dari dunia selalu ditempatkan oleh Tuhan sebagai wakil Allah di dunia. Mereka bergumul dan menderita dengan orang-orang lain, turut bertanggungjawab dengan orang-orang lain atas keadilan sosial dan kesusilaan tinggi. Oleh karena itu kaum awam bukanlah pembantu pendeta, tetapi sebaliknya pendeta dengan pejabat lainnya dipanggil untuk membantu membangun jemaat (Ef.4:11-12). Untuk itu suatu tugas yang dihadapi oleh Gereja pada masa sekarang adalah pendidikan atau pengaderan kaum awam, tujuannya agar umat Kristen benar-benar dapat menunaikan panggilannya.

Gereja akan menjadi kenyataan, maka perlu sekali jemaat harus dirobah strukturnya, yaitu struktur jemaat Missioner yang sesuai dengan struktur sekitarnya. Jemaat di kota hendaklah memperlihatkan pola hidupnya seperti di kota, dan jemaat di desa harus memperlihatkan pola hidupnya seperti di desa. Jemaat Kristen harus memasuki oikos (tempat dimana manusia berada). Setidaknya jemaat (Gereja) yang Missioner boleh dan harus membuat jemaat kategorial dan fungsionil. Tujuan jemaat kategorial bukanlah untuk menyesuaikan isi Injil kepada keadaan, tetapi untuk mencari bentuk persekutuan yang cocok dengan situasinya, sehingga Injil sungguh-sungguh dapat meresap ke dalam hati pendengar-pendengarnya. Janganlah jemaat menjadi penghalang Injil oleh karena strukturnya ditentukan oleh faktor-faktor yang bukan Missioner. Jemaat seluruhnya adalah missioner oleh karena ia diutus ke dalam dunia. Jika tidak, ia menyangkal Injil Yesus Kristus yang tidak datang untuk dilayani melainkan untuk melayani dan menyerahkan hidupnya sebagai tebusan untuk banyak orang.

            V. Gereja dalam Bentuk Diaspora[3]

Struktur gereja di Indonesia pada umumnya bersifat territorium, yang dilatarbelakangi oleh pengaruh Barat (Eropa). Sehingga Gereja territorial lebih  mengaktualisasikan cita-cita Tuhan Yesus yaitu “ut omnes unum sint” (Yoh.17:21). Dalam pelayanan umat seperti pembekalan rohani, pendampingan moral serta etika dan peneguhan iman serta cinta kasih kristiani adalah tugas dan tanggung jawab Gereja. Akibat dinamika kota yang memasuki jauh hingga kepedesaan, maka dengan sendirinya struktur kehidupan umat yang dulu bersifat agraris akan memaksa mengikuti era industrialisasi.

Gerak ideologi, politik sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, lingkungan hidup cukup liar dalam menentukan gerak langkah kehidupan yang agrasi termasuk dalam acara-acara liturgis. Alat-alat komunikasi elektronik, majalah, buku-buku, penataran, ikan dsb telah membawa manusia jauh dari kehidupan kegerejaan. Sehingga gereja membutuhkan tata gerak yang khusus untuk melayani umat yang diaspora. Tentulah sangat diperlukan para gembala umat yang sungguh-sungguh mengenal tempat, keterampilan pastoral yang khusus, dll. Meskipun gembala umat itu tidak selamanya orang yang telah mendapat tahbisan atau yang berbentuk hierarki, namun adalah dalam arti luas. Siapapun orang kristen yang mampu menjalankan fungsinya sebagai pemersatu dalam peneguhan iman, harapan dan cinta kasih Kristiani. Tugas-tugas para gembala adalah sebagai berikut:

    Mengikhtiarkan kesucian umat
    Mewartakan kabar sukacita Kristus dengan menaburkan kebenaran, keadilan, kelurusan, pemberantasan korupsi dan kebohongan
    Menuntun dan memimpin, mengarahkan dan menata umat

Oleh karena itulah para pelayan yang melayani jemaat perlu untuk memperlengkapi kaum awam dan orang-orang kudus untuk melakukan pelayanan dan tugas yang membangun kehidupannya dalam pelayanan diakonia. Sehingga terlihatlah bahwa adanya pengaderan dan menjalankan fungsinya sebagai pemersatu dalam peneguhan iman, harapan dan cinta kasih Kristiani.

Ada lima pokok jaringan Diasporal yang transteritorial, yakni:

    Persekutuan-persekutuan pendalaman rohani atau pembekalan rohani demi ketahanan diri/ konsilidasi

    Perhimpunan-perhimpunan pendidikan informal atau pendidikan kategorial
    Bentuk gerakan-gerakan sosial dan politik seperti WKRI, PMKRI,dsb

    Mengabdi lewat badan-badan atau lembaga-lembaga pengabdian profesional seperti dokter, paramedis, relawan, dll

    Jaringan lobi yang kolektif maupun individual berdiplomasi tanpa terdengar umum.[4]

VI. Gereja yang Diakonal[5]

Dalam kenyataannya, gereja sebagai perpanjangan dari pekerjaan TUHAN tentang keselamatan, penebusan, pendamaian dan perdamaian, serta pembenaran karena Yesus telah naik ke sorga itu, masih bekerja sebagai diaken. “Segala sesuatu telah diletakkanNya dibawah kaki Kristus dan Dia telah diberikanNya kepada jemaat sebagai kepala dari segala yang ada (Ef.1:22)”. Diakonia adalah bagian dari Gereja dan diakonia merupakan bagian organik dari substansinya. Sehingga, iman dan ajaran Gerejalah yang menentukan apa itu diakonia. Tujuan Diakoni ialah memberi komunitas dengan Allah Bapa melalui Kristus Jeruselamat kita, di dalam Roh Kudus sebagai penghibur, untuk kehidupan manusia secara keseluruhan. Ini juga merupakan dasar dan tujuan pada persekutuan: 

a.       Bilamana kamu melakukan pekerjaan diakonal

b.      Bilamana kamu sedang ditolong dalam suatu cara diakonal, kamu harus memiliki suatu jaringan kerja untuk bisa bersandar dan mendukungmu yaitu jemaat

Semua kesaksian dan lukisan yang digunakan dalam Perjanjian Baru menggaris bawahi Gereja sebagai suatu persekutuan orang yang bergantung pada Allah melalui Yesus Kristus, sehingga saling berhubungan dan bergantung satu sama lain di dalam sikap dan tindakan. Bagaimanapun juga, Yesus Kristus berperan sebagai mediator dan diaken.

Allah meletakkan dasar komunitas baru dalam sejarah dan mengikat umatNya secara bersama dalam suatu persekutuan baru, melalui penyataanNya yaitu anugerahNya, berkat dan kesetianNya. Pekerjaan Allah ini diteruskan dalam Perjanjian Baru dan difokuskan pada gereja. Mereka yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan penebus mereka mewakili Gereja dan menjadi umatNya. Mereka yang percaya kepada Allah dan menjadi milik gereja “dipilih” dan “dipanggil” menjadi bangsaNya sendiri (bnd. Rom.1:6; 8:28; I Kor.1:24). Gereja diberikan suatu misi yang khusus terhadap dunia, mewartakan tindakan Allah yang mengagumkan karena mereka adalam imamat yang rajani (Titus 2:14; Why.1:6).

Gambaran tubuh Kristus nyata dan penting dalam konsep perjamuan Kudus dan baptisan, melaluinya kita diinkarnasikan dalam Yesus Kristus. Melalui baptisan dan perjamuan semua orang telah dipersatukan dengan Kristus melampaui batas-batas, kebangsaaan, politik, umur, atau jenis kelamin. Semua manusia dipersatukan dalam Yesus Kristus yang mempunyai suatu dampak diakonal.

    Unsur-Unsur Dasar Gereja sebagai Persekutuan Kudus: Koinonia, Leturgia, Diakonia. Gereja sebagai koinonia maksudnya:

    Ada suatu kehidupan bersama di dalam koinonia yang mana seseorang diidentifikasikan dengan orang lain yaitu satu di dalam semua (I Kor. 12:26). Hubungan timbal balik individu mempererat koinonia, yang hampir tidak lagi menjadi superioritas dalam gereja
    Keakraban hubungan antara komunitas ini dan Kristus adalah dasar Baptisan, Firman Allah dan Perjamuan Kudus

Koinonia erat hubungannnya dengan diakonia dan liturgia. Paulus dalam suratnya yang kedua kpada jemaat Korintus menggabungkan koinonia, liturgia dan diakonia bersama-sama dalm satu unit sekaligus dalam unsur-unsur dasar di dalam persekutuan yang kudus. Melalui pengujian diakonia, kamu akan memuji Allah melalui ketaatanmu dalam mengakui Injil Kristus dan melalui kederwanaan dalam koinonia (persekutuan) dengan mereka dan semua yang lain (II Kor.9:12-22). Hubungan vertikal dengan ilahi dan kasih (liturgia) direalisasikan dalam hubungan sosial/kasih manusia. kasih yang vertikal menentukan isis dari pelayanan dan memberinya makna dan tujuan. Peulus dengan tegas mengingatkan Gereja agar mengarahjkan kehidupannya sebagai tubuh kristus yang merupakan tantangan besar bagi diakonia gereja. Semua pekerjaan diakonal bertanggung jawab untuk membangun, memperkuat dan membentuk suatu komunitas yang kudus.

            VII. Jati Diri Gereja[6]

            Gutierrez mengungkapkan jati diri gereja dengan menggunakan istilah seperti persekutuan yang mengikuti Yesus, sakramen sejarah, dan komunitas ekaristi. Sehingga perutusan pembebasan gereja terhadap kemiskinan berpangkal secara hakiki dalam jati dirinya.

            Persekutuan Orang-orang yang mengikuti Yesus

            Mengikut Yesus dalam suatu ziarah komunal berarti hadir di tengah-tengah dunia untuk memproklamasikan Kerajaan Allah bagi semua orang melalui kaum lemah dan papa. Dalam situasi kekuasan ‘kematian’ dimana suatu sistem sosial memarjinalisasi kaum miskin yang mempunyai tempat utama dalam kerajaan kehidupan, menjadi pengikut Yesus berarti memperjuangkan kehidupan yang telah dinyatakan (bdk. 1 Yoh 1:1-4). Oleh karena itu mengikut Yesus berarti mereka yang kehilangan hidup demi TUHAN dan Injil akan diselamatkan, dan berarti penziarah dalam horizon kebangkitan, kehidupan yang definitif.

            Sakramen

            Gutierrez menampilkan jati diri Gereja sebagai sakramen sejarah atau sakramen universal penyelamatan yang menitik beratkan relasi antara Gereja dan dunia. Oleh karena itu istilah sakramen dalam teologi memiliki dua arti yang berhubungan, yaitu:

1. Sakramen dimaksudkan mysterion yang sigunakan Paulus dalam arti kepenuhan dan manifestasi rencana penyelamatan Allah. Rencana itu adalah kasih Allah yang memanggil semua manusia dalam Roh Kudus bersatu denganNya dan mencapai kepenuhannya dalam anugerah putraNya, Yesus Kristus.

2. Sakramen adalah tanda dan sarana rahmat yang efektif. Dimana adanya pertemuan antara Allah yang menyelamatkan dan manusia yang diselamatkan. Pertemuan ini merupakan realitas intrahistoris sebab didasari rahmat penyelamatan Allah yang mengatasi sejarah. Bagi Giuterrez menyebutkan gereja sebagai sakramen berarti mendefenisikan kaitan gereja dengan rencana penyelamatan Allah yang terpenuhi dalam sejarah melalui Yesus Kristus. Di dalam Yesus Kristus, gereja adalan tanda dan sarana persatuan mesra manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Sebagai sakramen penyelamatan, Gutierrez berpendapat bahwa pada satu sisi Gereja mesti mewartakan diri pada dunia dan gereja harus membiarkan diri dievangelisasi oleh dunia. Sebab Kristus dan Roh-Nya hadir dan aktif dalam dunia bukan hanya dalam gereja. Dinamika gereja dan dunia mengarah menuju pemenuhan di masa depan yang dijanjikan Tuhan. Gutierrez menyatakan bahwa sebagai sakramental, gereja harus menunjukkan dalam struktur internalnya sendiri kepenuhan penyelamatan yang dia wartakan.

            Komunitas Ekaristi

            Tugas utama dan pertama Gereja adalah Ekaristi, yakni merayakan dengan penuh kegembiraan anugerah karya penyelamatan Allah melalui wafat dan kebangkitan Kristus. Dalam ekaristi terungkap komunitas persaudaraan yang ditebus oleh Yesus Kristus. Injil menampilkan Ekaristi dengan latarbelakang Paskah Yahudi yang merupakan  perayaan pengenangan pembebasan dari Mesir dan Perjanjian Sinai. Paskah Kristiani memuat dan menyatakan kepenuhan arti Paskah Yahudi. Pembebasan dari dosa dan jalan menuju persatuan dengan Allah yang dirayakan dalam Paskah Kristiani adalah dasar dan tujuan pembebasan politis, pembebasan dari perbudakan dan eksploitasi dari Mesir (Paskah Yahudi). Ekaristi yang dirayakan Gereja sesungguhnya tidak terpisahkan dari perjuangan membangun masyarakat yang adil dan bersaudara.

            Dasar Biblis yang mendukung pernyataan bahwa Ekaristi berkaitan dengan perjuangan membangun persaudaraan antara manusia dalam suatu masyarakat yang adil-manusiawi. Pertama, ekaristi diinstitusikan dalam suatu perjamuaan yang dalam budaya Yahudi merupakan tanda persaudaraan. Kedua, penggunaan roti dan anggur menunjuk pada peristiwa pennciptaan dimana Allah memberikan barang-barang di dunia kepada semua orang agar membangun dunia manusia ynag bersaudara. Ketiga, Injil Yohanes mengganti kisah institusi Ekaristi dalam sinoptik dengan kisah pembasuhan kaki yang memperlihatkan bahwa inti Ekaristi adalah perbuatan pelayanan, kasih dan persaudaraan (Yoh 13:1-20). Keempat, Paulus menekankan etika solidaritas yang harus ada dalam merayakan Ekaristi (I Kor 11:17-34). Gereja membentuk diri sebagai komunitas Ekaristi sejauh menjadi tanda dan sarana persaudaraan manusia di tengah sejarah dalam melaksanakan perutusan pembebasan bagi kaum miskin dan hina.

            VIII. Pilihan Mendahulukan Kaum Miskin [7]

            Jati diri Gereja dalam terminologi persekutuan yang mengikuti Yesus, sakramen sejarah, komunitas Ekaristi mengandung makna sama, yakni perutusan menyatakan karya pembebasan bagi semua orang dengan pilihan mendahulukan kaum miskin (prefential option for the poor). “Pilihan” (Option) berarti putusan dan komitmen yang bebas. Pilihan/opsi adalah sebuah solidaritas sukarela, mendalam, terus menerus dalam dunia kaum miskin. “Yang Mendahulukan” (prefential) menunjuk siapa yang seharusnya menjadi yang pertama. Kaum miskin merupakan kelompok yang diutamakan. Mendahulukan kaum miskin tidak berarti menyingkirkan golongan lain, tetapi mengundang semua orang terlibat dalam gerak bersama kaum miskin untuk membangun masyarakat yang adil-bersaudara. Melalui kaum miskin Gereja menyapa semua orang.

            Maksud dari kaum miskin secara real yang meliputi seluruh dimensi kehidupan  yang bersifat ekonomis, politis maupun kultural. Gutierrez menyatakan bahwa kemiskinan merupakan ‘kematian’, dimana dia menegaskan bahwa kaum miskin adalah manusia yang memiliki nilai-nilai, harapan-harapan, gaya hidup tertentu. Kemiskinan adalah kondisi manusia yang global dan kompleks. Maka pilihan Allah mendahulukan orang lemah, hina, rendah dapat dipahami dalam perspektif kebebasan mutlak dan kasih cuma-cuma dari-Nya. Pilihan gereja dalam mendahulukan kaum miskin berpangkal dari Allah sendiri. Sebagai pengikut Kristus, gereja terlebih dahilu mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya (Mat 6:33). Sehingga Gutierrez berkata, kasih karunia Allah menuntut Gereja membangun keadilan autentik untuk semua dengan memberikan tempat istimewa kepada anggota-anggota masyarakat yang tidak penting yaitu mereka yang hak-hak asasinya diabaikan baik dalam teori (hukum) maupun dalam praktek.

            Allah solider dengan kaum miskin dan hina dengan mengundang semua orang terlibat dalam gerak yang sama untuk menciptakan komunitas manusia yang adil dan bersaudara. Prefensi Gereja terhadap kaum miskin, Gutierrez tidak meniadakan sifat universalitas Gereja di tengah-tengah sejarah. Gereja menjadi tanda Kerajaan dalam perjuangan menegakkan hak kaum miskin dan mempertobatkan kaum kaya dari keserakahan dan penindasan. Proklamasi Injil tidak cukup dengan kata-kata, tetapi nyata terungkap dalam solidaritas perjuangan kaum tak punya dan marjinal. Mengikuti Kristus yang miskin nyata dalam gaya hidup yang miskin. Sehingga Gereja Kristus berarti Gereja kaum miskin.

            IX. Menuju Gereja Kaum Miskin[8]

            Gereja kaum miskin adalah gereja yang sebagai tanda Kerajaan Allah dengan mendahulukan kaum miskin dalam seluruh praksis gerejani. Gereja kaum miskin memperjuangkan dalam mewujudkan keadilan sosial dan pembentukan tatanan sosial baru, dengan terbuka terhadap kehadiran Allah kehidupan, berdasarkan solidaritas Kristus dan bertolak dari proklamasi Kerajaan Allah yang mendahulukan kaum lemah dan tersingkir dalam sejarah. Sebagai gereja kaum miskin mampu mewujudkan dalam realitas sosial dengan meninggalkan status quo, melepaskan diri dari keterikatan dengan kelas sosial penindas dan mengambil posisi membela kaum miskin.

            X. Kaum Miskin Yang Berevangelisasi[9]

            Solidaritas Gereja dengan kaum miskin berpangkal pada hidup Kristus yang miskin bersama kaum miskin untuk membebaskan mereka dari kemiskinan. Kemiskinan gereja adalah jalan menghayati warta Injil, yaitu proklamasi Kerajaan kehidupan, keadilan, dan pendamaian bagi kaum hina dan tertindas. Karena itu masuk dalam dunia kaum miskin berarti solidaritas dalam rangka melaksanakan perutusan evangelisasi Gereja. Evangelisasi bersifat membebaskan karena menyatakan pembebasan total dalam Kristus yang mencakup baik transpormasi historis dan politis konkret maupun mengantar sejarah menuju kepenuhannya dalam Kristus. Kaum miskin memp[unyai kemampuan evangelisasi, sebab:

1. Mereka menentang Gereja secara tetap menuju pertobatan dari jalan lama yang mendukung status quo;

2. Banyak orang miskin yang menghayati nilai evangelis dalam kehidupannya seperti solidaritas, pelayanan, kesederhanaan dan keterbukaan pada Allah.

Pola Hidup  Berjemaat (spiritualitas menuju transformasi sosial)

Pola hidup berjemaat yang diperkembang di Tanah Batak berkaitan dengan pengalaman para Missionaris tentang keberhasilan gereja Jerman sebagai gereja rakyat. Salah satu unsurnya adalah peranan gereja dalam mewujudkan transformasi sosial. Hidup berjemaat menjadi pusat dari kehidupan masyarakat di segala bidang, dan itu diwujudkan dalam struktur bangunan gedung gereja dalam susunan perumahan desa. Mirip dengan itu dilakukan Missionaris melalui corak kompleks gedung gereja (“pargodungan”).  Dalam kompleks itu selalu ditemukan gedung gereja, gedung sekolah tempat pengembangan ilmu, lahan pertanian sebagai percontohan (yang dikerjakan oleh para pelayan penuh waktu) untuk pemotivasian bagi peningkatan ekonomi penduduk, dan perumahan para pelayan sebagai tanda persekutuan kristiani yang menjadi acuan bagi persekutuan baru di desa atas dasar iman Kristen. Proses untuk hidup dalam spiritualitas kemandirian yang dalam pelayanan di masyarakat kemudian akan membuahkan transformasi sosial. Dengan demikian seluruh kehidupan masyarakat diperkembang melalui gerakan penginjilan itu, sehingga peranan Injil untuk mengendalikan hidup modern dimungkinkan. Di sinilah mereka dimampukan untuk melayani sebagai para penginjil, yaitu  orang-orang yang bijaksana, yang dibakar oleh api roh dari Kasih Yesus, walau pun terlihat pergeseran penekanan tugas. Pergeseran dan proses seperti di atas menolong kita untuk mendengar ucapan Tuhan Yesus: “Akulah Yang Memilih Kamu!”

   XI. Peranan Pengembangan Masyarakat (Pengmas) dalam Jemaat atau Gereja dan Ibadah

            1. Gereja dan Pengmas Membantu Kehidupan Jemaat

            Hadirnya Pengmas dalam masyarakat dan jemaat membawa kesejahteraan dalam kehidupan sosial dan pertumbuhan perekonomian jemaat. Demikian juga dapat memberi perhatian bagi jemaat bahwa melalui pengmas membantu masyarakat untuk melakukan pekerjaan dan menjaga kelestarian alam. Melalui cara kerja yang diberikan oleh pengmas membawa jemaat untuk memenuhi kebutuhan dan mempermudah lapangan pekerjaan dengan ramah akan lingkungan. Dasar teologis dalam visi dan misi program Pengmas merupakan suatu Panggilan dan Pelayanan, yaitu:            

    Memelihara dan Merawat Bumi

Kej 1:28 “ Penuhilah bumi dan tahlukkanlah itu”; Kej 2:15 “mengusahakan dan memelihara”; Mrk 16:15 “beritakanlah injil ke segala mahluk”. Kej 1:31 “karena Allah telah jadikan dan Ciptakan semuanya baik”

    Mensejahterakan (mengembangkan Ekonomi kesejahteraan Warga/rakyat)

Imamat 25 “pembebasan kemiskinan”. MZM 23 “membawa … ke rumput hijau”. Yer 29:7 “sejahterakanlah kota kemana kamu kubuang… kesejahteraan mereka adalah kesejahteraan kamu”.          Mzm 112:5  “mujur orang … memberikan pinjaman dengan wajar”. Mat 25:2: “peduli kepada orang kecil”; 25:23 “setia kepada perkara kecil”; 25:40 “berbelas kasih” 2 Kor 8; 15 “keseimbangan”, orang yang mengumpulkan sedikit tidak akan kekurangan”. Luk 4:18-19 “ ROH à  kabar baik kepada orang miskin…”  (bd. Kel 18 &  Bil 11:24-29  “partisipatif” . Luk 6:36 “hendaklah kamu murah hati” Kis 2: saling berbagi.

    Mengkritisi kebijakan penguasa/pengusaha/dunia:

Efesus 6:12 “sebab perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging tetapi penguasa….. Pemerintah yang jahat…roh jahat”. Mat 10:16 “diutus ke tengah tengah serigala”.

            2. Posisi Pengmas dalam Peranannya

            Pengmas berada dalam posisi memperlengkapi. Sehingga dapat terlihat bila Pengmas memperlengkapi orang-orang kudus agar menjadi jemaat yang diakonal. Pengmas sebagai sarana dalam penyampaian informasi pada orang-orang kudus dan mengembangkan ekonomi masyarakat sebagaimaan dalam visi dan misi Pengmas sendiri.

            Pengmas memperlengkapi jemaat atau masyarakat untuk melakukan pengembangan pelayanan baik dalam bidang pertanian, peternakan, informasi dan Credit Union. Pengmas memberikan kesejahteraan bagi jemaat dengan memperlengkapi mereka melalui pembinaan dan pembelajaran untuk melakukan pelayanan dan terjun dalam lapangan. Pengmas sangat dibutuhkan dalam kehidupan jemaat dengan tidak melihat tingkatan sosial. Hadirnya pengmas membawa keuntungan bagi orang-orang kudus yaitu jemaat yang taraf perkonomian rendah atau dikatakan kaum miskin dapat diperlengkapi agar menjadi jemaat yang diakonal. Melalui kehadiran Pengmaslah membuka cakrawala berpikir dalam kesatuan jemaat untuk saling melengkapi dan memberdayakan kaum awam.

Melalui Pengmas berarti orang-orang kudus yang dikatakan kaum awam atau jemaat turut dalam menjalankan atau diperlengkapi dalam mewarta injil (berevangelis) bagi sesama dan juga kecintaan terhadap alam. Dalam visi dan misi Pengmas yaitu:

1. Motivasi atau organizing

2. Mengembangkan ekonomi rakyat

3. Supporting system

4. Institution Building

5. Informasi

Dari visi dan misi itulah terlihat bahwa pengmas membuka jalan bagi jemaat kaum miskin yang mengalami ketertekanan akibat gejolak globalisasi. Sehingga jemaat harus kembali untuk mengembangkan ekonomi rakyat, melalui pengmas memberikan peluang bukan saja bagi diri sendiri tetapi ikut serta dalam pelayanan diakonal bagi sesama.

Pengmas juga terlihat adanya kepedulian sosial terhadap para petani maupun kaum miskin dimana hancur akibat kapitalis dan neoliberalis. Sehingga melalui kepedulian tersebut kaum miskin dan petani diajak untuk menentang kaum kapitalis yang selalu memberdayakan dan menekan hidup rakyat. Gereja melalui pelayan (parhalado) yang berperan untuk memperlengkapi jemaat untuk turut dalam Kerajaan Allah. Demikian juga dalam kehadiran Pengmas berarti menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah jemaat dan kaum miskin dengan adanya kesejahteraan bagi umat TUHAN dan kedamaian melalui kecintaan terhadap sesama dan alam ciptaan TUHAN.

Demikian juga terhadap ibadah jemaat akan terwujudnya kedekatan terhadap TUHAN dan liturgi atau tata ibadah tersebut tersusun sebagaimana dalam kehidupan sosial jemaat yang hidup menurut kehadiran kuasa Allah dan hadirnya Kerajaan Allah ditengah-tengah persekutuan atau kesatuan jemaat atau kaum miskin. Kedekatan umat pada TUHAN terlihat dalam ibadah para kaum awam yang semakin banyak hadir mengikuti kebaktian dan memberikan perhatian mereka pada pengembangan gereja dan Kerajaan Allah di dunia ini.

            Kesimpulan

            Pembebasan terhadap kaum tertindas dan yang mengalami ketertekanan akibat dari pihak yang berkuasa dan pemerintah, dapat diperjuangkan dengan memberikan kekuatan terhadap mereka melalui persekutuan bersama untuk mengangkat hak dan memotivasi umat dalam ibadah. Umat Tuhan yang telah mengalami ketidakadilan sosial dan mengalami marginalisasi di tengah-tengah kehidupannya, Allah menunjukkan kekuatan bagi bangsa Israel demikian juga bagi orang-orang yang terbelakang dengan memberikan jalan untuk mendapatkan kebebasan dan mengeluarkan mereka dari perbudakan apabila datang bersekutu dengan TUHAN. Jalan kebebasan akan dicapai melalui apabila mereka secara bersama-sama bersatu untuk memperjuangkan haknya yang berlandaskan kekuatan TUHAN yang senantiasa memberikan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah atau persoalan. Kaum tertindas mendapatkan tangan pengasihan dari Allah sebab TUHAN mengetahui apa yang menjadi kebutuhan umat-Nya, asalkan beribadah kepada TUHAN dan hidup sebagai umat TUHAN yang taat-Nya. Pembebasan itu akan nyata diperoleh oleh umat TUHAN, sebab kebebasan sendiri berasal dari Allah dan asalkan manusia menuruti apa yang TUHAN katakan.

Pengmas yang memperlengkapi orang-orang kudus yaitu kaum miskin dan jemaat untuk menjadi turut jemaat yang diakonal. Pengmas juga berjuang untuk membawa jemaat secara bersama-sama kenentang kebijakan pemerintah dan kapitalis yang menekan orang-orang kudus. Maka Pengmas dalam memperlengkapi jemaat membekali mereka dengan memberikan kesejahteraan dan kedamaian dalam hal memajukan atau meningkatkan sektor pertanian, peternakan, perekonomian, informasi dimana cinta atau ramah terhadap lingkungan. Kepedulian sosial tercipta dalam Pengmas sebab melaluinyalah masyarakat diajak dan diperlengkapi untuk terjalinnya kesatuan serta jemaat merasakan hadirnya Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia.

         

         

[1] Gustavo Gutierrez, Teologi Gustavo Gutierrez, Jakarta: BPK-GM, 2003, hlm 113

[2] H. Kraemer. Theologia Kaum Awam. Jakarta: BPK-GM. 2001,  hlm. 84

[3] Y.B. Mangunwijaya, Pr. Gereja Diaspora, Yogyakarta: Kanisius, hlm.52

[4] Ibid, hlm 131

[5] Serepina Sitanggang (ed). Membangun Gereja Yang Diakonal. Percetakan HKBP Pematangsiatar. 2004, hlm.140-149

[6] Op-Cit, Gustavo Gutierrez, hlm. 114-120

[7] Ibid, hlm 120-125