Selasa, 03 Februari 2015

Sejarah Bangsa Yahudi Dan Peristiwa Termakna




Pada bab ini kita dapat mempelajari tentang sejarah gambaran dan sumber mengenai keyahudian selama 700 tahun yang dimulai dari pertengahan abad ke-6 SM sampai akhir pemberontakan Barkokbah sekitar tahun 135. Dalam hal ini  kita akan mengulas survey tentang sejarah yehuda dari masa kerajaan di Israel sampai pada runtuhnya Bait suci dan Yerusalem ditengah Roma. Bait Suci Yerusalem yang pertama berakhir pada tahun 587/586 SM, ketika Babilonia datang dan mengeksekusi keluarga kerejaan, dan memenangkan perang atas Yerusalem.
Bait suci dihancurkan dan orang-orang Israel menjadi tawanan dan dibawa kepembuangan Babel kemudian keluarga pejabat dihukum mati. Namun, sebelumnya orang yahudi telah lebih dahulu diasingkan keBabel pada tahun 597SM. Hal ini membuat berkembangnya komunitas Yahudi yang berada diluar palestina. Masa ini disebut sebagai masa pembuangan yang berada dibawah kekuasaan Neo-Babilonia sehingga Persia berkuasa atas Israel selama 2 abad. Dan pada waktu itu ada dua peristiwa kembalinya orang-orang Israel dari pembuangan, yang pertama yaitu kembalinya orang Israel ke Palestina pada akhir abad 6 SM, Cyrus menaklukan Babel, dan ketika itu mereka kembali kepalestina lalu membangun keBait Allah.
Didalam peristiwa kedua, yaitu kepemimpinan Persia pada abad ke-5 sebagian orang Yahudi kembali dari tanah babel ketempat asalnya dan mendapati bait suci telah dibangun. Kemudian sekitar tahun 500 SM, Nehemia mulai membangun kembali Bait Suci dan tembok-tembok kota yang bertujuan untuk memudahkan para pemimpin kota yang tujuannya untuk memudahkan para pemimpin kota untuk mengawasi dan mengendalikan penduduk. Dan pada masa ini, Ezra yang memiliki otoritas pada pemerintahan.dan dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa tokoh penggerak pembangunan ini adalah Ezra dan Nehemia.
Tetapi pada akhir abad ke- 4 terjadilah perang antara mesir dan Persia, dan pada waktu bangsa Mesir menang. Tahun 410 SM, Bait Suci kembali dihancurkan oleh bangsa Mesir karena Iman besar Jehohanan yang menentang adanya paskah. Dan pada itulah kekuasaan Persia diyerusalem terhitung mulai dari tahun 539-331 SM. Dan pada tahun 334 SM,orang-orang Yunani bersama Alexander yang Agung datang dan mempengaruhi orang Yahudi disekitaran Yerusalem. Pada tahun 331 SM, Raja Darius III kalah, dan menjabatlah Alexander.
 Dan tahun 323 SM, Alexandar meninggal, sehingga 40 tahun kerajaan diperebutkan dan disebut kedalam periode “didochi”, pemerintahan sempat dipimpin oleh Seleucid dan berusaha menguasai bangsa. Ini dimulai abad kekuasaan Ptolemeus orang Yahudi, bagian awal dari periode Yunani tidak jauh lebih dikenal dibandingkan periode Persia. Seperti yang kita ketahui bahwa bangsa Palestina dan Suriah telah ditugaskan untuk kekaisaran seleukus di abad 301 SM. Lalu tahun 301 SM, ptolomets memegang kuasa pemerintahan dan berusaha untuk menguasai suriah bagian Selatan dan Palestina.
 Dengan demikian sepanjang abad ketiga Seleukus berjuang serangkaian perang suriah melawan dinasti Ptolemaic untuk menggambil selatan Suriah dan Palestina dibawah kekuasaan mereka pada masa inilah tradisi Helenisme dimulai. Bangsa Yahudi yang hidup dan terkenal pada masa ini adalah Yusuf dan Onias yang dikenal dengan pro-seleucid. Dan Yusuf yang terkenal pro-ptolomeis. Kekuasaan ptolomeis berlangsung sampai Seleucid berhasil merebut kekuasaannya pada abad ke-2, tahun 197 SM, Seleucid III Digantikan oleh anaknya Seleucid IV, tetapi tahun 172 SM, Seleucid IV meninggal dan digantikan oleh Saudaranya Antikus sekambalinya did dari Roma tempat ia disandera, dan ptolomeis yang masih aktif dalam kekaisaran memiliki Zenon untuk mencari dokumen tentang bangsa-bangsa dikekaisaran.
Sementara Tobia seorang Yahudi, bertugas sebagai penggerak militer dikekaisaran. Tobia memiliki 2 orang anak yaitu Yusuf dan Hirkanus. Yusuf setia pada Seleucid dan Hirkanus setia pada Ptolomeis. Pada tahun 200 SM, Anthikus III mengalahkan Ptolomeis. Masa ini, berkembanglah istilah Helenisasi. Helenisasi mulai berkembang ketika Yunani dibawah kekuasaan Antiokus IV. Sebenarnya, pada saat itu kebudayaan Yunani tidak dipaksakan kepada orang-orang Israel, tetapi orang-orang yang dapat berbahasa Yunani dan mengenal tradisi Yunani mendapat keuntungan, hukum status dan jabatan, sehingga banyak masyarakat Timur yang mengadopsi kebudayaan Yunani.
Helenisasi menjadi pengenalan sederhana tentang kebudayaan Yunani di pribumi. Jason segera menjalin hubungan baik dengan Antikus yang kemudian Jason bertugas menegakkan kewajiban untuk membayar hak perogatif dan menjadikan Yerusalem sebagai Negara polis/yunani. Sehingga perubahan yang ada menjadi reformasi helenistik yang dipandang sebagai pengaruh agama Yahudi dan hadirnya masalah agama dan budaya dari bangsa lain. Pengaruh Helenistik ini, dikhawatirkan bangsa romawi bisa menghapuskan ibadah Tradisional Yahudi serta sebagai masa berkembangnya bahasa yunani. Jason juga menjalin hubungan yang baik dengan raja-raja lain sesuai dengan yang diperintahkan Antikus.
Pada waktu itu muncullah Menelaus, dan menjadi penguasa. Jason segera berpindah tuan dengan cara meninggalkan Antikus. Walaupun begitu Antikus dan Ptolomeus tetap bertahan dan maju. Masa ini disebut “Dinasti Makkabe” dan hasmoni sebagai istilah tradisionalnya. Tahun 169 SM, Antikus melakukan perlawanan terhadap Mesir dan antikus menang. Perang ini dilakukan setelah antikus mencuri dan Bait Suci dengan sepengetahuan immam Menelaus. Dan pada tahun 168 SM, terjadilah pemberontakan  ptolomeis dan antikus melakukan perlawanan namun gagal, kegagalan ini sampai kepada Jakson dan membuat Jason salah paham, karena Jason berpikir bahwa antikus telah meninggal.
Jason merebut daerah Menelaus dan pindah kesitu. Kabar ini sampai kepada antikus, lalu antikus mengirim pasukan militer dan menghancurkan Jason dan pengikutnya, sehingga Jason dan 40.000 penduduk dijadikan budak dan 40.000 lagi tewas. Pada masa ini Jason dan simon menjadi tokoh utama Yahudi. Tahun 161 SM, terjadilah pemberontakan makkabe dan Yahudi berhasil, namun Jason meninggal dan Simon meneruskan perjuangan. Dan sampai pada waktu itu Simon berjuang pada masa kerajaan Hasmonia (142-135 SM). Dalam hal ini terjadilah keturunan demi keturunan menduduki takhta diantaranya Hinarkus anak Simon turut berjuang sampai pada tahun (135-104 SM).
Memerintah dengan gangguan Seleucid, perjuangan diteruskan oleh anaknya tertua Anistobulus (104-103SM), Raja pertama dan hidup 1 tahun yang berperan saat penaklukan libanon selatan kemudian dilanjutkan oleh saudaranya Alexsander Jannaeus (103-76M) yang berhadapan dengan Dametrius III dan orang-orang parisi yang mau memberontak. Selanjutnya Alexsandra Salome istrinya Aristobulus (76M - 63M) penguasa perempuan pertama dimana orang-orang parisi mendominasi pemerintahannya. Namun, putranya Hinarkus dan saudaranya Aristobulus II tidak berpihak kepadanya tetapi berkhianat. Ketika Alexsandra meinggal, Hinarkus menjadi Iman Besar, namun perjalanan Hinarkus dan Aristobulus II tidak berjalan baik karena pempeius menjadi penghalang jalannya rencana. Dan kerajaan Hasmoniapun berakhir.
Pada tahun 63 M, Pempeius menaklukkan Yerusalem dan membuat bangsa Yahudi menderita, penyembahan kafir muncul dan bertentangan dengan agama Yahudi. Pengarus aliran bangsa Yunani pada masa kerajaan husmonia berubah menjadi tata-aturan Romawi. Pempeius memilih Hinarkus sebagai Iman Besar, dan Antipater sebagai Politukus dan pemimpinan yang tangguh untuk membuatnya. Tahun 48M, kepemimpinan Pempeius berhenti karena perang diRoma, dan membuat Pempeius berhenti karena perang di Roma, dan membuat Pempeius meninggal ditangan Anthony dan Julius Caesar.
Keadaan ini membuat Antipater dan Hinorkus mencuri perhatian Caesar, Antipater dipercaya Caesar. Kesempatan ini digunakan baik oleh Antipater dengan mengajukan dua anaknya turut serta dipemerintahan. Phasael menjadi gubernur Yudea, Herodes menjadi gubernur Galilea. Tahun 43M, Parthian menyerang daerah Caesar dan saat itu Antipater meninggal. Phasael dan herodes meneruskan kepemimpinan mereka sampai saat perang saudara terjadi di Romawi. Meski mereka dibantu oleh cassius untuk melawan Antonius dan oktavianus mereka tetap kalah.
Tahun 42M, Antonius mengurusi kekaisaran Timur, dan pada tahun 41M, Herodes dan Phasael dijadikan tentara diyudea. Tahun 40M, partian menyerang Siria, panestina. Antigoneus Putra Aristobulus II, dipilih menjadi Imam besar kemudian Phasael mundur kemudian meninggal. Sementara Herodes dinaikkan menjadi raja diYudea. Herodes Berjaya yang ditandai dengan bait Herodes. Tetapi, dibalik kerajaannya Herodes merasiakan kedekatannya dengan kleopatra ratu mesir istri Antonius. Tahun 31M, Oktavianus Caesar mengalahkan Antonius dan Kleopatra, sejak itulah herodes mulai mendapat masalah.
Tahun 4 Ses M, herodes meninggal karena penyakit. Terhitung 20 tahun kerajaannya karena hubungan baiknya dengan raja romawi. Kemudian anak-anaknya datang yaitu Herodes Arehelaus memimpin Yudea, herodes Philip memimpin Galilea dan Perea, Herodes Philip memimpin Galilea dan perea, Herodes Philip memimpin wilayah utara dan timur galilea. Tahun 6 Ses M, daerah kuasa arkhelaus kacau dan kemudian dijadikan provinsi romawi dan diteruskan oleh Herodes Agripa yang diangkat menjadi raja Yudea, diperhitungkan 35 tahun Romawi berkuasa atas Yudea. Diperhitungkan 35 tahun Romawi  berkuasa atas Yudea.
Tahun 70, kekacauan memuncak sampai kejatuhan Yerusalem dan muncullah Rabinis keyahudian yaitu cara dan warna baru dalam keyahudian. Cirri khas masa ini adalah para ahli taurat yang menganggap studi sebagai bagian dari praktik agama dan tradisi makam makanan sebagai usaha menjaga kemunduran ritual. Perkembangan keyahudian ini ternyata belum memampukan komitasnya Yahudi bebas dari kehendak romawi, sebab masih terjadi pembrontakan tahun 115-117 yang melibatkan Yahudi diMesir, Mesopotamia, Siprus dan jamalkan, namun 15 tahun kemudian setelah pembrontakan ini, terjadi juga pemberontakan dari Bar-kokhba yang berlangsung keras dan membuat bagsa Romawi dan yahudi menderita pada tahun 132-135.

PENAFSIRAN ALEGORI




1.     Pendahuluan
                        Alegori dikenal sebagai sebuah penafsiran yang hampir menyerupai perumpamaan. Tetapi biasanya alegori lebih panjang dan terperinci daripada perumpamaan dan kiasan. Alegori mempunyai hubungan yang erat dengan perumpamaan. Itu sebabnya buku-buku hermeneutik sering menempatkan pembahasan kedua topik ini berdekatan. Pada dasarnya alegori merupakan metafora yang lebih luas, sedangkan perumpamaan merupakan ibarat yang lebih panjang. Atau boleh dikatakan, alegori merupakan cerita yang mengadakan beberapa perbandingan. Itu sebabnya dalam alegori terdapat ide-ide yang sulit dipastikan maknanya. Tidak sama dengan perumpamaan, biasanya alegori menggabungkan cerita dan penjelasan (aplikasi) menjadi satu. Perumpamaan biasanya hanya memiliki satu tujuan utama, dan analogi-analogi dalam perumpamaan ini mendukung tujuan ini. Tidak demikian dengan alegori. Alegori dapat memiliki tujuan disamping satu tujuan saja.
  1. Terminologi
Kata alegori (allegory) berasal dari bahasa Yunani yang berbentuk verba yaitu allhgorew artinya mengibaratkan. Kata ini hanya dipakai satu kali di Surat Galatia 4 : 24.[1]
  1. Defenisi
Alegori merupakan salah satu model tafsir yang terkenal pada abad pertama hingga abad pertengahan. Pendekatan ini digunakan untuk mencari makna dibalik kata-kata yang tertulis di dalam teks. Di kalangan rabi-rabi Yahudi, model ini merupakan salah satu alternatif model tafsir, selain penafsiran literer, midrash, dan pesher. Dengan kata lain, alegori adalah perumpamaan yang jauh lebih rumit. Berbeda dengan perumpamaan, alegori tidak begitu memperhatikan nasihat moral melainkan kebenaran yang bersifat teoritis.
  1. Lahirnya Kritik
            Pendekatan alegori lahir untuk menyikapi pesan teks-teks Alkitab. Pendekatan ini dilahirkan oleh seorang penafsir Yahudi pada abad pertama yang bernama Philo. Keberadaan teks-teks kuno seperti Taurat dalam tradisi Yahudi dan mitologi-mitologi dalam tradisi Yunani tidak lagi dianggap sebagai sebuah kebetulan, tetapi menyimpan pesan moral dan nilai-nilai kebenaran yang dari masa lampau. Dengan pendekatan alegori, Philo yakin pesan-pesan spiritual yang tidak dapat diungkapkan oleh teks secara harafiah dapat diungkap.[2]
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e9/Philon.jpg


c.       Pertama Dirumuskan
Tafsir alegoris diperkenalkan oleh orang-orang Yunani yang secara khusus dikembangkan melalui filsafat Stoa. Pendekatan ini dinilai sebagai solusi untuk menjembatani ketegangan antara mitologi-mitologi Yunani dan perkembangan filsafat. Dengan demikian, tafsiran alegori umumnya bersifat pembelaan (apologetis).
  1. Alasan Perlunya Penafsiran Alegoris
Menurut Philo, ada alasan-alasan tertentu yang membuat arti harafiah teks Alkitab harus ditolak. Untuk itu, dia mendaftarkan 10 alasan mengapa teks perlu ditafsir secara alegoris:
1.     Jika makna literer teks tidak mengatakan apa yang benar megenai Tuhan.
2.     Jika teks bertentangan dengan teks yang lain.
3.     Jika teks tampaknya harus ditafsir alegoris.
4.     Jka teks menampilkan kata-kata yang bermaknya ganda.
5.     Jika teks memuat pengulangan yang telah diketahui sebelumnya.
6.     Jika teks memuat penggambaran yang beragam.
7.     Jika muncul kata-kata yang sinonim.
8.     Jika ada hal-hal yang tidak normal muncul di dalam teks.
9.     Jika teks memuat permainan kata.
10. Jika teks memuat simbol-simbol
Philo berbuat demikian karena bermaksud membela teologi orang Yahudi di depan filsafat Yunani, dan membuat Kitab Suci relevan bagi orang yang sezaman dengannya. Dia membaca Kitab Suci sebagai kumpulan simbol yang berguna untuk kerohanian dan moral manusia. Itu sebabnya Kitab Suci tidak boleh ditafsir dengan pendekatan harafiah dan historis. Walaupun adakalanya dia bersikap bahwa penafsiran harafiah dan alegoris boleh hidup bersama. Selain itu Philo percaya ketika menulis Kitab Suci, para penulis sesungguhnya berada pada keadaan pasif dan tidak menguasai diri.

Dia juga berpendapat makna harafiah hanya bagi mereka yang belum memiliki daya pikir yang dewasa. Jadi makna harafiah ibarat tubuh jasmaniah Alkitab, sedangkan makna Alegoris makna yang terpendam dibawah makna harafiah, sama seperti roh atau jiwa Alkitab.[3] 
Philo bukan satu-satunya orang Yahudi yang menafsir dengan pendekatan alegoris, atau sebelum atau sesudah zaman itu. Selain dipengaruhi filsuf Yunani, dia juga dipengaruhi oleh rabi-rabi yang menafsir secara alegoris. Walaupun penafsiran pola ini tersebar luas diantara prang Yahudi abad pertama tetapi tidak dominan di Palestina.
e.       Metode Penafsiran Alegoris
Alegori adalah metafora yang diperluas. Seperti metafora, alegori dipakai untuk mengibaratkan sesuatu sebagai sesuatu yang lain, tapi lebih rinci dan panjang daripada metafora. Alegori adalah cerita yang mengajarkan banyak kebenaran melalui pelbagai metafora, sedangkan perumpamaan biasanya hanya mengajarkan satu pokok kebenaran. Berbeda dari perumpamaan, tidak setiap alegori mempunyai alur cerita - walaupun ada juga yang memiliki alur, seperti Gal 4:21-31. Contoh-contoh alegori lainnya terdapat dalam Mzm 80:8-15; Ams 5:3-5; Pkh 12:3-7; Yoh 15:1-8; 1 Kor 3:10-15.
  1. Hal – Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Penafsiran
1.      Alegori memiliki persamaan dengan metafora, perumpamaan, dan ibarat. Jadi banyak prinsip dan metode yang berlaku atas tiga macam bahasa kiasan terakhir ini, juga berlaku atas alegori
2.      Untuk memahami alegori, penafsir perlu terlebih dahulu menanggapi tujuan utama alegori tersebut. Biasanya alegori memiliki sebuah tujuan utama di samping beberapa tujuan pendamping. Jangan dibingungkan oleh tujuan pendamping atau perbandingan yang ada dalam alegoris, sehingga memasukkan terlalu banyak ide penafsir sendiri ke dalamnya.
3.      Perhatikan konteks alegori yang ditafsir. Bila perlu, bacalah berulang kali seluruh kitab yang bersangkutan. Ini sangat menolong penafsir menemukan tujuan alegori itu. Dalam penyelidikan konteks, selalu memperhatikan sebab alegori ini diberikan, pembaca atau pendengar yang terlibat, reaksi mereka, serta ajaran yang ingin disampaikan alegori ini.
4.      Banyak alegori dapat dipahami dari penjelasan yang tercantum di dalam kitab yang terkait.
5.      Untuk lebih menguasai isi sebuah alegori, penafsir boleh membuat daftar yang mencantumkan informasi yang diberikannya. Daftar ini menunjukkan apa yang disampaikan alegoris itu, apa yang sudah dijelaskan penulis kitab, dan apa yang belum dijelaskannya. Penafsiran atas alegori harus didukung oleh data dalam alegori itu sendiri. Buatlah penjelasan yang sesederhana atau senatural mungkin. Jangan menjelaskan setiap perbandingan jika itu tidak memungkinkan.
6.      Perhatikan bagian lain dalam Alkitab yang mungkin memberi informasi tambahan.
7.      Jangan melalaikan budaya, kebiasaa, kehidupan sosial, lingkunga, sejarah, dan lain-lain yang mungkin berhubungan dengan alegori yang terkait. Beri perhatian khususnya kepada ungkapan yang lazim dipakai pada zaman itu.
8.      Sebagai salah satu jenis bahasa kiasan, alegori jangan ditafsirkan dengan makna harfiah saja. Namun demikian, sebelum menafsirnya secara kiasan, penafsir perlu menguasai makna harfiahnya terlebih dahulu.[4]
  1. Sejarah Perkembangan metode tafsir
  1. Perkembangan Penafsiran Alegori
Kekristenan perdana yang banyak berjumpa dengan filsafat Yunani menjadikan tafsir alegoris sebagai solusi untuk memahami pesan-pesan Alkitab.  Secara khusus, penafsiran Alegoris diwariskan oleh gereja-gereja Barat yang memang banyak begumul dengan filsafat Yunani. Contoh konkret terlihat pada zaman Patristik ketika Bapa-bapa gereja memahami bahwa Perjanjian Lama sebagai Alkitab orang Kristen harus digunakan untuk mendukung Perjanjian Baru. Dengan demikian metode yang digunakan adalah metode alegoris.
Secara khusus Origenes mengatakan bahwa Alkitab adalah tempat berkumpulnya alegori-alegori yang penuh dengan simbol. Sama seperti manusia yang terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh maka Alkitab juga dibagi dalam tiga makna, yaitu literal (dipadankan dengan tubuh), moral (jiwa), alegoris (roh). Dari ketiga tingkatan ini, menurut Origenes, Alegorislah yang paling penting.
  1. Perkembangan Kemudian
Setelah Abad Pertengahan, khususnya sejak zaman Reformasi, tafsir alegoris mulai ditinggalkan. Alkitab diyakini dapat menafsir dirinya sendiri (scriptura scripturae interprets). Sikap reformasi ini memang tidak mematikan pendekatan terhadap Alkitab, termasuk pendekatan alegoris. Akan tetapi, sikap tersebut mendorang para penafsir untuk lebih berfokus persoalan gramatika dan sejarah teks.
c.       Yang menggunakan Tafsiran Alegori dan konteks sosialnya
Demi melawan ajaran bidah dan berupa menerima PL sebagai Kitab Suci orang Kristen, bapa-bapa gereja menggunakan penafsiran alegoris.
Theogenes dari Rhegium (kira-kira tahun 520 Seb.M) mungkin adalah orang pertama yang menafsir secara alegoris karya sastra yang bersifat agama yang ditulis oleh Homerus. Kemudian penafsiran ini diperkenalkan kepada Aleksandria, yang ada komunitas besar orang Yahudi. Disana pula banyak orang Kristen tinggal. Orang Yahudi di Aleksandria menghadapi masalah dengan orang Yunani dan mereka menghadapi ketegangan antara Kitab Suci dan filsafat Yunani khususnya filsafat Plato. Untuk mengatasi persoalan ini, mereka menggunakan pendekatan alegoris ini. Aritstobulus yang hidup pada tahun 160 seb.M mungkin adalah orang Yahudi pertama  yang menerima pendekatan ini. Dia percaya bahwa sesungguhnya Musa mengajar filsafat Yunani, dan filsafat Yunani sudah meminjam ide-ide PL, khususnya Hukum Taurat. Berkenan dengan ini sudah tentu nama Philo sangat terkenal
Di Aleksandria, Philo menggunakan metode alegoris untuk mengurangi referensi dan hal-ikhwal dalam PL yang menyakitkan hati bagi para penyembah berhala. Origenes di Aleksandria (200 M) melanjutkan metode ini demi kepentingan kekristenan. Di balik rincian ritual dan sejarah yang tidak menyenangkan, Origenes menemukan kebenaran-kebenaran abadi.
Dengan mengusulkan bahwa PL memiliki lapisan-lapisan makna di balik yang harfiah, ia membuat PL dapat diterima dan ia mempertegas kesatuan PL dengan PB, yang berlawanan dengan pandangan orang seperti Marcion. Dalam Injil-injil beberapa perumpamaan telah diberi pemaknaan alegoris, dan dikatakan bahwa rincian perumpamaan berisi arti yang lebih dalam, sebagaimana perumpamaan Seorang Penabur (Mrk. 4:3-8, yang dijelaskan dengan 4:14-20). Bagi mereka yang cenderung pada pandangan keras, bahwa perumpamaan-perumpamaan Yesus memiliki makna tunggal, tidak bermacam-macam, alegorisasi seperti itu menunjukkan perkembangan dalam persekutuan setelah zaman Yesus. Hal ini tidak harus dianggap tidak sah, tetapi terbuka bagi para pembaca dari kebudayaan dan generasi yang berbeda-beda, untuk memberikan penafsirannya sendiri atas teks-teks tersebut. Penulis aslinya tidak memiliki hak cipta atas interpretasi tertentu. Ia hanya menyampaikannya dengan cara itu, dan kemudian memperoleh makna-makna baru, sekalipun bukan sekadar khayalan atau kesewenang-wenangan. Namun, kini banyak sarjana menerima bahwa Yesus sendiri kemungkinan menggunakan beberapa alegori dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya. Dengan mengambil pembedaan Paulus (2Kor. 3:6) antara 'yang tersurat' dengan 'yang tersirat', umat Kristen menafsirkan secara alegoris ketetapan-ketetapan dalam Taurat yang tidak lagi dipatuhi, seperti seluruh sistem kesucian ritual. Dengan demikian, berarti mereka menghormati kepengarangan Kitab Suci yang telah mereka terima (PL) dan juga menjadikannya relevan bagi iman dan praktik mereka. Bapa-bapa umat Kristen setelah Origenes sangat menyenangi metode alegoris dan menerapkannya untuk PB. Augustinus menganggap semua bagian di dalam perumpamaan Yesus tentang Orang Samaria yang Baik Hati mempunyai makna yang 'lebih dalam'; jadi, rumah penginapan (Luk. 10: 34) yang memberi pertolongan itu melambangkan Gereja.[5]

4.      Contoh Penafsiran Alegoris
1.                  Penafsiran Alegoris Philo dapat sedikit dikenal melalui penjelasannya untuk kitab Kejadian 2 : 10-14. Ia berpendapat nama sungai-sungai dalam kitab Kejadian mempunyai arti tertentu. Pison adalah kebijaksanaan; Gihon adalah keberanian; Tigris adalah penguasaan diri; sedangkan Efrat adalah keadilan.[6]
2.                  Dalam surat Paulus yang ditujukan ke daerah Galatia, yaitu Galatia (4:21-31) memberikan contoh perbandingan antara Hagar dan Sara dalam kaitan orang merdeka dan budak. Melalui penafsiran alegoris-tipologis narasi Sara dan Hagar dalam kitab Kejadian, Paulus hendak menekankan perbedaan antara hidup di bawah HT (Hukum Taurat) dan Anugerah.
3.                  Cerita Sakeus, dalam cerita ini ada simbol-simbol yang bisa diangkat; seperti: SAKEUS PENDEK, ORANG BANYAK, POHON DAN YESUS.
v  SAKEUS PENDEK
Pendek melambangkan keterbatasan. Sakeus orangnya pendek, dia tidak pernah merencanakan tubuhnya pendek, tetapi dia sudah terlahir pendek. "PENDEK" menunjukkan terbatas. Sakeus sangat terbatas, dia tidak bisa melihat Yesus, karena dia pendek, sedangkan orang-orang pada zaman itu tinggi-tinggi.

v  ORANG BANYAK
Orang banyak melambangkan masalah, orang banyak membuat Sakeus tidak bisa melihat Yesus, seandainya orang banyak tidak ada, maka Sakeus tidak mengalami masalah. Orang banyak adalah masalah bagi sakeus, maka dia mencari jalan keluar.
v  POHON
Pohon melambangkan  solusi, Sakeus memanjat pohon, karena dia pendek, maka dengan baik pohon dia bisa melihat Yesus.
Penafasiran ini kelihatanya benar dan menarik dan sangat inspiratif, tetapi masalahnya tidak selalu seperti. Tidak selalu pendek menjadikan terbatas, tidak selalu orang banyak jadi masalah, dan tidak selalu pohon ada solusi.
Jika dianalisa: Dimana ada orang banyak, disuti ada pohon.(belum tentu) atau dimana ada orang pendek, disitu selalu ada pohon (tidak ada jamin, apalagi kalau dipadang gurun).
Ada beberapa contoh lain dalam nats Alkitab yang menggunakan pendekatan alegoris, yaitu : Hak 9 : 8 – 15 ( Pohon-pohon yang mencari seorang raja), Yes 11 : 6 – 8 (Kerajaan Allah menggambarkan tentang serigala dan domba yang tinggal bersamaan), Yes 35  ( Padang Gurun mekar sebagai mawar), Gal 4 : 24 (dua perjanjian).[7]
5.      Kelebihan dan Kelemahan
Sebenarnya ada unsur-unsur positif penafsiran alegoris, pola penafsiran ini dibangun dengan sikap yang sangat menghormati Alkitab, tujuan yang baik untuk mencari makna yang tersembunyi di dalam Alkitab. Tetapi ini tidak menutup beberapa kelemahannya yang begiu serius.
1.      Pola penafsiran ini melalaikan unsur historis dalam Alkitab , sehingga apa yang dicata sejarah seolah-olah tidak sungguh-sungguh terjadi.
2.      Penafsiran ini kurang memperhatikan faktor bahwa wahyu Allah diberikan secara bertahap, sehingga ada kalanya PL justru dianggap lebih jelas daripada PB.
3.      Penafsir alegoris percaya Alkitab terutama PL penuh dengan perumpamaan, teka-teki, dan hal-hal yang sulit dipahami. Jadi ini semua perlu dijelaskan dengan penafsiran alegoris.
4.      Mereka mengaburkan penafsiran tipologis dan alegoris. Penafsiran ini juga condong mencampur-baurkan alegori dengan misik anti alegori (rohani).
5.      Mereka percaya pola penafsiran ini dapat menemukan filsafat Yunani yang tercantum dalam PL.
6.      Menafsir alegoris bersifat sangat subyektif dan condong kepada imajinasi-imajinasi yang tidak terkontrol.
7.      Mereka menerima Firman Allah menjadi kabur dan tidak jelas.[8] 
Kesimpulan
Penafsiaran alegoris merupakan bagian dari pendekatan populer penafsiran-penafsiran di zaman Yunani –Romawi. Penafsiran Allegori digunakan untuk menggali makna lebih dalam dari sutu teks yang biasaanya berupa perumpaan. Banyak penulis dan cendikiawan yang berlatarbelakang yunani bergabung dengan agama Kristen. Hal ini mempengaruhi  penafsiran-penafsiran alegoris menjadi terkenal pada abad pertama. Pembaca teks menggali maksud yang ingin disampaikan pengarang, dan tidak berdasar pada penafiran harafiahnya.  

Referensi
  1. http://id.wikipedia.org/wiki/Penafsiran_Alegoris copyright © 2005-2014 Yayasan Lembaga SAB http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=ALEGORI kamus Alkitab, A Dictionary of the Bible
  2. Pdt. Hasan Sutanto, D.Th, Hermeneutik : Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab.
  3. R.J.Coggin dan J.L Houlden, The Dictionary of Biblical Interpretation


[1] Pdt.Hasan Sutanto, D.Th, Hetmeneutik : Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, hlm. 360
[2] Wikipedia
[3] Pdt.Hasan Sutanto, D.Th, Hetmeneutik : Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, hlm. 117
[4] Pdt.Hasan Sutanto, D.Th, Hetmeneutik : Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, hlm. 362-363
[5] Wikipedia
[6] Pdt.Hasan Sutanto, D.Th, Hetmeneutik : Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, hlm. 117
[7] R.J.Coggin dan J.L Houlden, The Dictionary of Biblical Interpretation
[8] Pdt.Hasan Sutanto, D.Th, Hetmeneutik : Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, hlm. 127