BAB I
Pendahuluan
1.1.
Latar
belakang
Penyebab suatu penyakit tidak hanya
dikarenakan kelainan pada fisiologi tubuh seseorang namun juga karena adanya
gangguan psikologis. Gangguan psikologi atau gangguan kejiwaan banyak ditemui
di tengah masyarakat, mulai ringan hingga berat. Berbagai penelitian pun
dilakukan untuk mencari penanganan yang tepat. Salah satu masalah kejiwaan yang
masih kurang dipahami masyarakat adalah gangguan bipolar. Selain itu penelitian
maupun jurnal masih jarang mengangkat tentang penyakit gangguan bipolar
(mania-depresif).
Gangguan
bipolar adalah gangguan mental
yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati
yang sangat ekstrim berupa mania dan depresi, karena itu istilah medis
sebelumnya disebut dengan manic
depressive. Suasana hati penderitanya dapat berganti secara tiba-tiba
antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan
kesedihan (depresi) yang berlebihan tanpa pola atau waktu yang pasti.[1]
Pada penderita gangguan jiwa bipolar,
perasaan penderita sering berayun dari tingkatrendah, yaitu depresi kemudian
berubah ke atas, menjadi mania. Ketika berada pada tingkat depresi, si
penderita akan merasa sedih tak berdaya, serta merasa berputus asa. Ketika pada
tingkat mania, si penderita akan terlihat riang gembira dan penuh energi.
Perubahan perasaan tersebut bisa terjadi beberapa kali dalam setahun, namun
bisa juga terjadi beberapa kali dalam sehari. Pada beberapa kasus, gejala mania
tercampur dengan gejala depresi yang muncul dalam waktu bersamaan. Bipolar
disorder ini sering dialami oleh remaja yang beranjak dewasa atau dewasa muda.
setidaknya setengah dari kasus dimulai sebelum umur 25 tahun. beberapa orang
memiliki gejala-gejalanya bahkan sejak anak-anak, sementara beberapa orang
sisanya mengalami gejala-gejalanya lebih lama.
Bipolar disorder tidak mudah dikenali
saat kelainan ini dimulai. gejalanya terlihat seperti masalah-masalah yang
berbeda, tidak tampak seperti bagian dari masalah lain yang lebih besar.
beberapa orang menderita kelainan ini sampai bertahun-tahun sampai akhirnya
terdiagnosis dan mendapatkan terapi. Seperti diabetes dan penyakit jantung,
bipolar disorder adalah kelainan jangka panjang yang harus di awasi dan di
manage seumur hidup. Sepertinya penyebab gangguan bipolar bersifat komplek atau
multi faktor. Gangguan bipolar bukan hanya disebabkan oleh adanya gangguan
keseimbangan kimia didalam otak yang cukup disembuhkan dengan minum obat
obatan. Para ahli berpendapat bahwa gangguan bipolar disebabkan oleh kombinasi
faktor biologis, psikologis dan sosial.
Ada beberapa
faktor yang diduga meningkatkan resiko terkena gangguan bipolar, yaitu:
Mempunyai hubungan darah atau saudara penderita gangguan bipolar
Periode pengalaman hidup yang sangat menekan (stressful).
Penyalah guna obat atau alcohol.
Perubahan hidup yang besar,
seperti ditinggal mati orang yang dicintai.
1.2.
Identifikasi Masalah
Agar makalah ini
lebih mudah dipahami oleh pembaca,maka penulis membuat identifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Apakah sebenarnya Bipolar disorder itu.
2.
Apakah dampak Bipolar disorder bagikehidupan
seorang individu.
3.
Bagaimana langkah dalam menyikapi dampak dari
Bipolar disorder dalam kehidupan.
1.3.
Tujuan Penelitian
Bagi Penulis:
1. Untuk
mengikuti perlombaan karya tulis (makalah ilmiah) dalam acara KORSWA STT-HKBP
yang ke-32, serta sebagai penambah pengetahuan tentang Bipolar disorder
dandanpaknya bagi kehidupan individu.
Bagi Pembaca:
1. Mengetahui
pengaruh bipolar didalam kehidupan
2. Mengetahui tingkat Alkohol yang masuk kedalam
Tubuh juga berperan dalam memicu terjadinya Bipolar.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam
menyikapi seseorang dengan Bipolar disorder
1.4.
Kegunaan
Penelitian
Masyarakat mampu memahami secara eksplisit bagaimana sebenarnya Bipolar
disorder itu terjadi, sehingga masyarakat dan orang-orang
dengan Bipolar disorder mampu memahami dan semakin memperkecil dampak dari bipolar
disorder itu sendiri.
1.5.
Kerangka
Pemikiran
Gangguan mental emosional merupakan suatu
keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang
dapat berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu
dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain
gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional.[2] Gangguan
mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku atau suasana hati
(atau beberapa kombinasinya) terkait dengan tekanan yang bermakna dan gangguan
fungsi selama jangka waktu tertentu. Gejala gangguan mental bervariasi dari
ringan sampai parah, tergantung pada jenis gangguan mental, individu, keluarga
dan lingkungan sosio-ekonomi.
Gangguan bipolar adalah gangguan mental emosional
dengan ciri-ciri yang khas, yakni adanya swing mood (perubahan mood) yang
berubah sangat drastis. Gejala khas gangguan bipolar adalah episode manik,
hipomanik, depresi, dan episode campuran. Gangguan bipolar sesungguhnya
sangat menyiksa penderitanya. Pertama karena gangguan ini mempengaruhi tingkah
laku atau sikap mereka dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
ISI
2.1.
Gangguan Bipolar
Gangguan
bipolar merupakan gangguan yang terdiri dari afek yang meningkat, dan juga
aktivitas yang berlebih (mania atau hipomania), dan dalam jangka waktu yang
berbeda terjadi penurunan afek yang disertai dengan penurunan aktivitas
(depresi). Gangguan bipolar menurut ”Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders Text Revision” edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah
gangguan gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit satu episode
manik, hipomanik, atau campuran yang biasanya disertai dengan adanya riwayat
episode depresi mayor. Gangguan Bipolar adalah suatu perjalanan klinis yang
dikarakteristikkan oleh terdapatnya satu atau lebih episode manik atau
campuran, dimana individu tersebut juga mempunyai satu atau lebih episode
depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode
atau terdapatnya interval diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa
adanya gejala-gejala mania.[3]
Ada beberapa tipe gangguan jiwa bipolar: [4]
1. Gangguan Bipolar Tipe I.
Gangguan perasaan sangat mengganggu sehingga penderita kesulitan mengikuti
sekolah atau pekerjaan, dan pertemanan. Ketika dalam kondisi mania, penderita
ini sering dalam kondisi “berat” dan berbahaya.
2. Gangguan jiwa Bipolar Tipe II. Pada
Tipe II, kondisi perasaan tidak seberat Tipe I sehingga penderita masih bisa
berfungsi melaksanakan kegiatan harian rutin. Penderita mudah tersinggung.
Ketika perasaan “naik”, penderita hanya mencapai tingkat hipomania. Pada Tipe
II, kondisi depresi biasanya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kondisi
hipomania-nya.
3. Gangguan Cyclothymic, juga dikenal sebagai
cyclothymia. Merupakan bentuk ringan dari Gangguan jiwa bipolar. Kondisi mania
dan depresi bisa mengganggu, namun tidak seberat pada Gangguan Bipolar I dan
Tipe II.
Gejala Gangguan Jiwa Bipolar bervariasi antara satu orang
dengan lainnya. Pada sebagian orang, masalah timbul ketika dalam kondisi mania,
pada orang lain masalah timbul pada kondisi depresi. Kadang kadang gejala mania
dan depresi muncul bersamaan (campuran).
Pada
kondisi mania, beberapa gejala yang muncul antara lain:
• Euphoria (gembira)
• Inflated self-esteem (percaya
diri berlebihan)
• Poor judgment (kemampuan
menilai menjadi jelek)
• Bicara cepat
• Racing thoughts (pikiran
saling berkejar-kejaran)
• Aggressive behavior (perilaku
agresif)
• Agitation or irritation (agitasi
atau iritasi)
• Kegiatan fisik meningkat
• Risky behavior (perilaku yang
berbahaya)
• Spending sprees or unwise
financial choices (tidak mampu mengelola uang, mengeluarkan uang tanpa
perhitungan)
• Meningkatnya dorongan untuk
berprestasi atau mencapai tujuan
• Meningkatnya dorongan seksual
• Berkurangnya dorongan untuk tidur,
tidak merasa mengantuk.
• Gampang terganggu konsentrasi
• Berlebihan dalam mengkonsumsi
alkohol atau obat-obatan
• Sering bolos sekolah atau kerja
• Mempunyai waham atau keluar dari
realitas
• Prestasi kerja atau sekolah menurun
Pada
kondisi depresi, gejala yang muncul antara lain:
• Kesedihan
• Merasa tanpa harapan
• Keinginan atau tindakan bunuh diri
• Anxiety (kecemasan)
• Perasaan bersalah
• Gangguan tidur
• Nafsu makan menurun atau bahkan
naik.
• Merasa lelah berlebihan
• Hilangnya minat pada kegiatan yang
dulu dinilainya menarik/ menyenangkan
• Sulit
berkonsentrasi
• Mudah tersinggung
• Rasa nyeri kronis
tanpa alasan yang jelas
• Sering mangkir
sekolah/kerja
• Prestasi rendah di sekolah atau tempat kerja
2.2.
Gejala (Ciri) Gangguan jiwa Bipolar
1. Seasonal changes in
mood, perubahan suasana hati musiman. Seperti pada penyakit Seasonal
Affective Disorder (gangguan affektif musiman), suasana hati atau mood
penderita bipolar dapat berubah selaras dengan perubahan musim. Beberapa
penderita menjadi mania atau hipomania dimusim semi dan musim panas, kemudian
berubah menjadi depresi dimusim gugur atau musim dingin. Pada beberapa
penderita bipolar lain, gejalanya malah kebalikannya, yaitu depresi di musim
panas namun hipomania atau mania dimusim dingin.
2. Rapid cycling
bipolar disorder. Pada beberapa penderita gangguan bipolar perubahan
suasana hati berlangsung cepat, yaitu mengalami perubahan mood (suasana hati) 4
kali atau lebih dalam setahun. Namun kadang kadang, perubahan perasaan bisa
berlangsung lebih cepat, yaitu dalam hitungan jam.
3. Psikosis. Pada
penderita bipolar dengan gejala mania atau depresi berat, sering muncul gejala
psikosis yaitu pemikiran yang tidak berdasar realita. Gejalanya bisa berupa
halusinasi (suara atau penglihatan) dan delusi (percaya sesuatu yang berbeda
dengan kenyataan).
a.
Gejala gangguan bipolar pada anak anak dan remaja
Biasanya
tidak jelas perubahan dari mania ke depresi atau sebaliknya, pada anak anak dan
remaja, gejala yang menonjol adalah sikap yang mudah meledak (marah atau
menangis), perubahan suasana hati yang cepat, agresif dan ugal-ugalan/sembrono
(reckless). Sebagai contoh, seorang anak dengan gangguan bipolar bisa terlihat
sangat gamang atau pandir/bodoh, dan kemudian diikuti dengan tangisan atau
kemarahan panjang dalam kurun waktu satu hari.[5]
2.2.
Faktor Penyebab
Layaknya penyakit kejiwaan lainnya hingga kini penyebab gangguan Biopolar
juga belum diketahui dengan pasti penyebab gangguan bipolar
bersifat komplek atau multi faktor. Gangguan bipolar bukan hanya disebabkan
oleh adanya gangguan keseimbangan kimia didalam otak yang cukup disembuhkan
dengan minum obat obatan. Para ahli berpendapat bahwa gangguan bipolar
disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial.
Menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa resiko atau factor
penyebab gangguan jiwa bipolar, yaitu:
1.
Genetika
dan riwayat keluarga.
Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada penderita yang mempunyai saudara
atau orang tua dengan gangguan bipolar. Riwayat pada keluarga dengan penyakit
bipolar bukan berarti anak atau saudara akan pasti menderita gangguan bipolar.
Penelitian menunjukkan bahwa pada orang orang dengan riwayat keluarga penderita
bipolar maka kemungkinannya terkena bipolar akan sedikit lebih besar
dibandingkan masyarakat pada umumnya. Seseorang
yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap bipolar
disorder memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15%-30% dan bila
kedua orang tuanya mengidap bipolar disorder, maka 50%-75%. anak-anaknya beresiko
mengidap bipolar disorder.
Artinya ada factor predisposisi terhadap gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa
adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak akan terkena gangguan
bipolar. Faktor predisposisi gangguan bipolar bisa terjadi juga karena anak
meniru cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang menderita gangguan
bipolar. [6]
2.
Kerentanan
psikologis(psychological vulnerability). Kepribadian dan cara seseorang menghadapi masalah hidup
kemungkinan juga berperanan dalam mendorong munculnya gangguan bipolar.
3.
Gangguan keseimbangan hormonal.[7]
Sistem
Neurochemistry dan Mood Disorders Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap
bipolar disorder adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam
otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan
neurotransmitter (saraf pembawa pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh
lainnya) dalam menjalankan tugasnya. Norepinephrin, dopamine, dan serotonin
adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls
syaraf. Pada penderita bipolar disorder, cairan-cairan kimia tersebut berada
dalam keadaan yang tidak seimbang. Sebagai contoh, suatu ketika seorang
pengidap bipolar disorder dengan kadar dopamine yang tinggi dalam otaknya akan
merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri. Keadaan inilah yang
disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi. Fase ini terjadi ketika
kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita
merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri yang
besar. Seseorang yang menderita bipolar disorder menandakan adanya gangguan
pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system
(BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh reward (pencapaian
tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states,
karakteristik kepribadian seperti ekstrovert(bersifat terbuka), peningkatan
energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini
terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamine dan perilaku
untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan reward atau
keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania tetapi
tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya
tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.
Sistem
Neuroendokrin Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan
mempengaruhi hipotalamus.Hipotalamus berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan
tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga
mempengaruhi kelenjar pituarity. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi
seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal
tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon
adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih
dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari
cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar
adrenal. Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada
hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi
menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s
Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan
depresi.
4.
Lingkungan
yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events). Riwayat
pelecehan, pengalaman hidup yang menekan.
- Bipolar Disorder tidak memiliki penyebab tunggal. Tampaknya orang-orang tertentu secara genetik cenderung untuk bipolar disorder. Namun tidak semua orang dengan kerentanan mewarisi penyakit berkembang, menunjukkan bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi pencitraan otak menunjukkan perubahan fisik pada otak orang dengan bipolar disorder. Dalam penelitian lain disebutkan, poin ketidakseimbangan neurotransmitter, fungsi tiroid yang abnormal, gangguan ritme sirkadian, dan tingkat tinggi hormon stres kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini terlibat dalam pengembangan bipolar disorder. Faktor-faktor eksternal yang disebut pemicu. Pemicu dapat memulai episode baru mania atau depresi atau membuat gejala yang ada buruk. Namun, banyak episode gangguan bipolar terjadi tanpa pemicu yang jelas.
- Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antar perseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (reward) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita bipolar disorder yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab diatas, alkohol, obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya bipolar disorder.
- Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal. Berikut ini adalah faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya bipolar disorder, antara lain:
o Stress peristiwa
kehidupan Stres dapat memicu gangguan bipolar pada seseorang dengan kerentanan
genetik. Peristiwa ini cenderung melibatkan perubahan drastis atau
tiba-tiba-baik atau buruk-seperti akan menikah, akan pergi ke perguruan tinggi,
kehilangan orang yang dicintai, dipecat.
o Penyalahgunaan
Zat Meskipun penyalahgunaan zat tidak menyebabkan gangguan bipolar, itu dapat
membawa pada sebuah episode dan memperburuk perjalanan penyakit. Obat-obatan
seperti kokain, ekstasi, dan amphetamine dapat memicu mania, sedangkan alkohol
dan obat penenang dapat memicu depresi.
o Obat obat
tertentu, terutama obat-obatan antidepresan, bisa memicu mania. Obat lain yang
dapat menyebabkan mania termasuk obat flu over-the-counter, penekan nafsu
makan, kafein, kortikosteroid, dan obat tiroid.
o Kurang Tidur, jam istirahat yang tidak cukup bisa memicu
episode mania.
2.3.
Beberapa kondisi kesehatan yang biasanya
menyertai gangguan jiwa bipolar.
Pada seseorang yang menderita gangguan
jiwa bipolar, sebelum mendapat diagnosa atau beberapa saat setelah didiagnosa,
sering ditemukan beberapa penyakit lain. Kondisi tersebut perlu didiagnosa dan
diobati karena dapat memperburuk gangguan bipolar. Beberapa kondisi tersebut
adalah:[8]
o
Anxiety
disorder, gangguan
kecemasan termasuk didalamnya post traumatic stress disorder (PTSD .
o
Kecanduan
obat bius. Banyak penderita
gangguan bipolar juga kecanduan rokok, alcohol atau obat obatan. Obat obatan
atau alcohol seperti dapat meringankan gejala bipolar, namun sebenarnya akan
dapat memicu, memperparah atau memperlama depresi atau mania.
o
Gangguan
kesehatan fisik. Penderita
gangguan jiwa bipolar sering menderita sakit jantung, kelenjar gondok atau
kegemukan.
2.4.
Pengaruh Bipolar pada Kehidupan
individu
1. Gangguan mood
Karena sifatnya mood-nya yang
iritabel, mudah tersinggung, baik dalam kondisi mania maupun depresi, orang dengan
gangguan bipolar kerap memiliki masalah dalam hubungan interpersonal dengan
keluarga dan orang lain di sekitarnya. Saat manik mereka merasa dikekang,
merasa tidak diterima dan dihalangi mewujudkan ide-idenya yang terlalu
optimistik. Kadangkala mereka juga curiga orang lain iri terhadap kehebatannya,
dan berusaha menjegal upayanya mendapatkan hal-hal besar yang menjadi
cita-citanya. Pada saat depresi mereka cenderung menyalahkan keluarga dan orang
terdekat sebagai penyebab kegagalan dan penderitaannya, karena mereka nampak
tidak cukup menolong, tidak cukup kasih sayang, dan tidak cukup perhatian.
Masalah dalam hubungan interpersonal
juga muncul karena umumnya mereka tidak memiliki tilikan diri yang baik,
mereka tidak merasa sedang sakit, karena itu seringkali penderita
gangguan bipolar menolak atau menghentikan sendiri pengobatannya. Tilikan diri
yang kurang ini , justru dipertahankan, antara lain karena pada kondisi mania
atau hipomania penderita merasa sedang dalam kondisi baik, senang, bersemangat,
giat bekerja, optimistik, hal-hal yang sebetulnya positif bila tidak terjadi
berlebihan.
Kondisi mania dapat menyeret individu
melakukan berbagai hal yang membuahkan kerugian dan penyesalan di kemudian
hari, misalnya investasi yang tidak bijaksana, berjudi karena merasa sedang
beruntung, menghambur-hamburkan uang untuk “charity”,
membeli barang-barang dalam jumlah banyak yang sebenarnya tidak diperlukan,
perilaku berisiko misalnya penggunaan zat terlarang, mengebut di jalan,
berdandan berlebihan hingga mengundang bahaya, melakukan hubungan seks tanpa
terpikir risiko, dan sebagainya. Dalam kondisi mania atau depresi yang
berat individu dapat mengalami gangguan psikosis, pikirannya tidak lagi
berdasarkan kenyataan. Orang dengan gangguan bipolar juga rentan melakukan
bunuh diri . 25%-50% pasien dengan gangguan bipolar mencoba bunuh diri
setidaknya sekali selama hidup mereka, dan upaya ini berhasil pada 1 dari
5 kasus. Pada umumnya tindakan bunuh diri dilakukan pada saat mood sedang turun
/ mulai turun, atau pada kondisi psikosis.[9]
Mania
|
Depresi
|
|
|
Diambil dari Saleh Rahman (2009)[10]
2. Penggunaan Alkohol
Pada Gangguan Bipolar
Menurut
Ahli Psikologi Albert George Orang-orang dengan Gangguan Bipolar I mempunyai
kemungkinan 3kali lebih besar untuk mempunyai gangguan penyalahgunaan atau
ketergantungan alkohol, dan 7 kali lebih mungkin mempunyai gangguan
penyalahgunaan atau ketergantungan obat-obatan dibandingkan dengan populasi
umum. Pasien-pasien dengan gangguan bipolar adalah 26 kali lebih mungkin untuk
mempunyai gangguan panik dan 8 kali lebih mungkin mempunyai gangguan
obsesi-kompulsif daripada orang-orang didalam populasi umum tanpa gangguan mood.[11]
Pasien-pasien dengan gangguan bipolar biasanya minum untuk meringankan kedua
gejala-gejala manik dan depresi mereka, meskipun bukti menunjukkan bahwa risiko
yang paling besar untuk heavy drinking terjadi selama fase manik dari
penyakit.
Meskipun
peneliti-peneliti telah mengusulkan penjelasan-penjelasan mengenai hubungan
yang erat antara alkoholisme dengan gangguan bipolar, hubungan yang tepat
diantara gangguan-gangguan ini tidaklah secara baik dimengerti. Satu penjelasan
yang diusulkan adalah bahwa gangguan psikiatrik tertentu (seperti gangguan
bipolar) mungkin merupakan faktor risiko untuk gangguan penggunaan zat.
Kemungkinan lain, gejala-gejala gangguan bipolar dapat muncul selama
intoksikasi ataupun withdrawal. Contohnya, withdrawal dari
alkohol dapat mencetuskan gejala-gejala bipolar. Studi-studi lain berpendapat
bahwa orang-orang dengan gangguan bipolar menggunakan alkohol selama episode
manik dalam usaha untuk pengobatan diri, untuk memperpanjang stadium yang
menyenangkan mereka atau untuk menenangkan agitasi pada saat mania.
Peneliti-peneliti lain mengusulkan bahwa penggunaan alkohol dan withdrawal dapat
mempengaruhi kimia otak yang sama (neurotransmiter) seperti yang terlibat
didalam gangguan bipolar, dengan cara demikian menyebabkan satu gangguan dapat
merubah perjalanan klinis dari gangguan yang lainnya. Dengan kata lain, penggunaan
alkohol dan withdrawal dapat mencetusakan gejala-gejala gangguan
bipolar. Masih belum jelas mekanisme potensial mana yang mungkin berhubungan
kuat dengan alkoholisme dan gangguan bipolar. Mungkin hubungan ini tidak
mencerminkan penyebab dan efeknya secara sederhana, tetapi lebih kompleks dan
saling berhubungan, dan faktor-faktor genetik juga dapat berperan.Peran
faktor-faktor genetik dalam gangguan psikiatri telah memperoleh banyak
perhatian akhir-akhir ini. Beberapa bukti yang tersedia telah mendukung
kemungkinan transmisi keluarga pada kedua gangguan bipolar dan alkoholisme.
Preisig pada tahun 2001 menemukan hubungan keluarga yang lebih besar antara
alkoholisme dan gangguan bipolar daripada alkoholisme dan depresi unipolar.
Gangguan bipolar yang disertai
gangguan penggunaan alkohol dihubungkan dengan konsekuensi negatif, yaitu
risiko yang besar untuk ketidakpatuhan terhadap pengobatan, penyembuhan yang
lambat dari episode-episode mood, lebih sering hospitalisasi, bunuh
diri, dan kecelakaan.[12]
2.5.
Pemeriksaan dan Pengobatan
a. Pemeriksaan
dan Diagnosa
Bila dokter menduga adanya gangguan
bipolar, maka dokter biasanya akan mengajukan beberapa pertanyaan dan melakukan
pemeriksaan fisik dan psikologis. Hal tersebut diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya penyakit lain yang menimbulkan gejala seperti yang
dikeluhkan oleh pasien, menemukan diagnose penyakit dan mendeteksi adanya
komplikasi. Beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
o
Pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan
yang dilakukan meliputi pemeriksaan berat badan tinggi badan, suhu tubuh,
tekanan darah dan detak nadi, mendengarkan jantung dan paru paru serta
memeriksa perut.
o
Pemeriksaan
laboratorium. Dokter
mungkin akan memerintahkan pemeriksaan darah rutin, atau pemeriksaan fungsi
kelenjar gondok bila ada indikasi kearah gangguan fungsi kelenjar gondok.
o
Pemeriksaan
psikologis. Untuk
mengecek ada tidaknya depresi dan mania, dokter atau tenaga kesehatan akan
menanyakan tentang perasaan dan pikiran, dan pola perilaku pasien. Dokter atau
petugas akan mengajukan pertanyaan tentang gejala, kapan mulainya, apakah
pernah mengalami hal yang sama dulu. Dokter juga akan menanyakan apakah ada
pemikiran kearah menganiaya diri sendiri atau bunuh diri. Pasien mungkin akan
diminta untuk mengisi kuestionnaire (daftar pertanyaan) untuk membantu
menentukan ada tidaknya depresi dan mania.
o
Mood charting. Untuk mengetahui secara
pasti apa yang terjadi, dokter akan meminta pasien untuk mencatat suasana hati
(mood), pola tidur dan hal hal lain yang akan mendukung diagnose dan pengobatan
gangguan bipolar.
b.
Pengobatan gangguan bipolar
Biasanya
pengobatan gangguan bipolar memerlukan waktu lama. Penderita gangguan bipolar
tetap perlu minum obat meskipun perasaannya sudah membaik. pengobatan gangguan bipolar biasanya memerlukan penanganan dokter
spesialis jiwa, dengan melibatkan psikolog maupun perawat jiwa. Penanganan
gangguan bipolar dilakukan dengan pemberian obat-obatan, psikoterapi
(individual atau kelompok, keluarga), penyuluhan kesehatan dan dukungan
kelompok.
Perawatan di rumah sakit. Penderita gangguan bipolar memerlukan
perawatan di rumah sakit bila perilakunya membahayakan diri sendiri atau
sekitar, adanya gejala psikosis (tidak berdasar realita), atau ada upaya bunuh
diri.
·
Pengobatan awal. Sering penderita bipolar harus minum obat, kemudian pengobatan
jangka panjang disesuaikan dengan perkembangan penyakitnya.
·
Pengobatan lanjutan. Penderita gangguan bipolar biasanya memerlukan pengobatan jangka
panjang. Berhenti minum obat sering menyebabkan penderita kambuh.
·
Pengobatan kecanduan obat
terlarang. Penderita gangguan bipolar yang menderita
kecanduan alkohol atau obat terlarang perlu diobati agar gangguan bipolarnya
bisa dikendalikan.
Obat obatan[13]
Ada berbagai macam obat untuk gangguan
bipolar. Bila satu jenis obat tidak cocok, masih ada jenis lain yang mungkin
akan lebih sesuai. Kadang dokter mengkombinasikan beberapa obat untuk
mendapatkan manfaat yang maksimal. Obat untuk gangguan bipolar antara lain
berupa obat untuk menstabilkan suasana hati (mood) sehingga tidak terlalu
rendah atau terlalu tinggi, dan obat lain untuk mengendalikan kecemasan
(anxiety) dan depresi. Ada beberapa jenis obat untuk obat gangguan bipolar,
yaitu:
·
Lithium
(Lithobid, dll)
merupakan obat untuk menstabilkan suasana hati (mood stabilizer) yang efektif
dan sudah dipergunakan selama bertahun-tahun. Pada pemberian lithium,
pemeriksaan darah secara periodik diperlukan karena lithium dapat menyebabkan
gangguan kelenjar thyroid atau ginjal. Efek samping yang sering muncul adalah:
mulut kering, gangguan pencernaan dan gelisah.
·
Anticonvulsants. Obat yang mentsabilkan suasana hati
(mood stabilizer) dalam kelompok ini antara lain: valproic acid (Depakene,
Stavzor), divalproex (Depakote) and lamotrigine (Lamictal). Obat asenapine
(Saphris) bisa dipakai untuk mengobati episode campuran (mixed episode). Efek
samping tergantung obat yang diminum, antara lain berupa: pusing, penambahan
berat badan dan perasaan mengantuk (drowsiness). Beberapa jenis anticonvulsant
bisa mengakibatkan efek samping lebih serius seperti bercak bercak merah di
kulit, gangguan darah dan gangguan liver.
·
Antipsikotik.Beberapa obat antipsikotik seperti
aripiprazole (Abilify), olanzapine (Zyprexa), risperidone (Risperdal) dan
quetiapine (Seroquel) bisa diberikan pada penderita gangguan bipolar yang tidak
cocok dengan obat dari kelompok anticonvulsants. Satu satunya obat antipsikotik
yang dianjurkan oleh FDA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Amerika) untuk
gangguan bipolar adalah quetiapine, namun dokter tetap dapat meresepkan obat
yang lain. Efek samping yang timbul tergantung obat yang dipakai, namun yang
sering muncul adalah: penambahan berat badan, penglihatan kabur, gemetar
(tremor), mengantuk dan detak jantung yang cepat. Pada anak anak penambahan
berat badan sering jadi keluhan. Obat antipsikotik sering mengganggu kemampuan
mengingat (memory) dan gangguan perhatian (atensi) dan gerakan spontan otot
wajah dan anggota badan.
·
Obat anti depresi.
Tergantung gejala yang ada, dokter kemungkinan akan memberi obat anti depresi.
Pada beberapa kasus, pemberian anti depresi pada penderita gangguan bipolar
bisa memicu timbulnya gejala mania. Namun hal ini bisa dihindari bila obat anti
depresi diberikan bersamaan dengan obat penstabil suasana hati (mood stabilizer).
Efek samping paling sering dari anti depresi adalah menurunnya dorongan seksual
dan kesulitan orgasme.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Gangguan bipolar adalah gangguan yang berat bahkan juka
dibandingkan dengan depresi penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya
·
Faktor biologi
·
Faktor Genetik
·
Faktor lingkungan
·
Faktor Psikologis
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang
bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi,
dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Episode
depresif dari gangguan bipolar memiliki kriteria diagnostik yang sama dengan
gangguan depresi mayor episode tunggal. Sedangkan pada gangguan bipolar episode
campuran terdapat gejala-gejala manik atau hipomanik dan depresi yang
berganti-ganti secara cepat pada suatu periode waktu yang berlangsung
sekurangnya satu minggu. Pada tampilan klinis, seorang yang menderita gangguan
bipolar episode campuran biasanya mengalami kondisi mood yang sangat tidak
stabil. Secara umum, terdapat dua jenis gangguan bipolar, pada gangguan bipolar
tipe satu, ditemukan sekurangnya satu episode manik. Sedangkan pada gangguan
bipolar tipe dua ditemukan sekurangnya satu episode hipomanik. Hingga saat ini,
tatalaksana untuk gangguan bipolar masih difokuskan dalam pemberian terapi
farmakologi. Obat-obat golongan mood stabilizer diberikan (seperti Lithium dan
Valproate) baik untuk kondisi akut maupun untuk terapi maintenance yang
bertujuan mencegah kekambuhan. Terapi farmakologis biasanya dikombinasi dengan
terapi non farmakologis berupa psikoterapi.
3.2. Saran
Jika pembaca menemukan seseorang dengan Gangguan
Bipolar, hal pertama dan terpenting yang harus dilakukan adalah membantunya
untuk memperoleh bantuan berupa diagnosa dan penanganan yang tepat. Kamu bisa
mengantarkannya ke psikiater, psikolog, atau pusat kesehatan terdekat. Beri
dukungan agar orang tersebut mau memperoleh penanganan. beberapa hal di bawah
ini dapat diakukan untuk membantu orang yang mengalami bipolar disorder:
- Beri dukungan emosional, pengertian, dan kesabaran baginya.
- Mengingatkan dan kontrol jalannya penanganan, baik obat-obatan maupun psikoterapi.
- Jangan pernah mengabaikan keinginannya untuk menyakiti diri sendiri, laporkan dan konsultasikan dengan tenaga kesehatan.
[1] Nature
Adler, A. Understanding Human, Terj. Beram Walfe, (New. York:
Permabook-Greenberg, 1949).123
[2] Disadur
dari http://ahmad-zainikhan.blogspot.co.id/p/makalah-psikologi.html.
diakses pada tanggal 04 April 2016 pukul 10.47
[3] National Comorbidity Survey, berdasarkan kepada DSM-IV (dengan sampel sebanyak 9282
responden), mengestimasi prevalensi seumur hidup untuk Gangguan Bipolar adalah
3,9%. Perempuan dan laki-laki adalah sama-sama berkemungkinan untuk berkembang
menjadi Gangguan Bipolar , meskipun perempuan dilaporkan lebih banyak mengalami
episode depresi daripada laki-laki, dan secara bersamaan pula, lebih berkemungkinan
untuk memperoleh Gangguan Bipolar
[4] Nature
Adler, A. Understanding Human, Terj. Beram Walfe, (New. York:
Permabook-Greenberg, 1949).124
[5] Koswara,
Teori-Teori Kepribadian, (Bandung: PT. Eresco, 1991).34
[6] Ibid. 51
[7] Sheldon,
W.H. The Varieties Of Temperament: a Psychology of Constutional Difference,
(New York : Harper, 1942).134
[8] John W.
et al Bery, Psikologi Lintas Budaya: Reset dan Aplikasi, Penerjemahan
Edi Suhartono, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999).112
[9] Abdul Saleh
Rahman. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Prespektif Islam.(Jakarta:Kencana.2009).78
[10] Op.
Cit. 79
[11] Abraham
Alex. Psikologi Umum. (Bandung: CV. Pustaka Setia 2003).117
[12] Disadur
dari http://matahatidefisa.blogspot.co.id/2014/08/bipolar-disorder.html
diakses pada tanggal 04 April 2016
[13] Disadur
dari https://psikiaterku.wordpress.com/psikiater-
-psikolog/ Pada Tanggal 04 April 2016
Daftar Pustaka :
Adler, Nature A. Understanding Human, Terj.
Beram Walfe, (New. York: Permabook-Greenberg, 1949).
Alex ,Abraham. Psikologi
Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia 2003).
Gordon, Allport. Personality a
Psychological Interpretation, (Constable & Co. Ltd. London, 1971).
Koswara, Teori-Teori Kepribadian, (Bandung: PT. Eresco, 1991).
Saleh Rahman Abdul. Psikologi Suatu Pengantar
Dalam Prespektif Islam.(Jakarta:Kencana.2009).
Sheldon, W.H. The Varieties Of Temperament: a Psychology of Constutional
Difference, (New York : Harper, 1942).
Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Aksara Baru,
1927).
W. John. et al Bery, Psikologi Lintas Budaya: Reset dan Aplikasi, Penerjemahan
Edi Suhartono, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999).
Yusuf, Irwan. 2014. Mengenal
Penderita Bipolar. [online]. (http://matahatidefisa.blogspot.co.id/2014/08/bipolar-disorder.html)
Zainikhan, Ahmad. 2013. Bipolar Gangguan Kejiwaan. [online]. (http://ahmad-zainikhan.blogspot.co.id/p/makalah-psikologi.html.)