Senin, 18 April 2016

Bipolar



BAB I
Pendahuluan
1.1.        Latar belakang
Penyebab suatu penyakit tidak hanya dikarenakan kelainan pada fisiologi tubuh seseorang namun juga karena adanya gangguan psikologis. Gangguan psikologi atau gangguan kejiwaan banyak ditemui di tengah masyarakat, mulai ringan hingga berat. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk mencari penanganan yang tepat. Salah satu masalah kejiwaan yang masih kurang dipahami masyarakat adalah gangguan bipolar. Selain itu penelitian maupun jurnal masih jarang mengangkat tentang penyakit gangguan bipolar (mania-depresif).
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa mania dan depresi, karena itu istilah medis sebelumnya disebut dengan manic depressive. Suasana hati penderitanya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang berlebihan tanpa pola atau waktu yang pasti.[1]
Pada penderita gangguan jiwa bipolar, perasaan penderita sering berayun dari tingkatrendah, yaitu depresi kemudian berubah ke atas, menjadi mania. Ketika berada pada tingkat depresi, si penderita akan merasa sedih tak berdaya, serta merasa berputus asa. Ketika pada tingkat mania, si penderita akan terlihat riang gembira dan penuh energi. Perubahan perasaan tersebut bisa terjadi beberapa kali dalam setahun, namun bisa juga terjadi beberapa kali dalam sehari. Pada beberapa kasus, gejala mania tercampur dengan gejala depresi yang muncul dalam waktu bersamaan. Bipolar disorder ini sering dialami oleh remaja yang beranjak dewasa atau dewasa muda. setidaknya setengah dari kasus dimulai sebelum umur 25 tahun. beberapa orang memiliki gejala-gejalanya bahkan sejak anak-anak, sementara beberapa orang sisanya mengalami gejala-gejalanya lebih lama.
Bipolar disorder tidak mudah dikenali saat kelainan ini dimulai. gejalanya terlihat seperti masalah-masalah yang berbeda, tidak tampak seperti bagian dari masalah lain yang lebih besar. beberapa orang menderita kelainan ini sampai bertahun-tahun sampai akhirnya terdiagnosis dan mendapatkan terapi. Seperti diabetes dan penyakit jantung, bipolar disorder adalah kelainan jangka panjang yang harus di awasi dan di manage seumur hidup. Sepertinya penyebab gangguan bipolar bersifat komplek atau multi faktor. Gangguan bipolar bukan hanya disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan kimia didalam otak yang cukup disembuhkan dengan minum obat obatan. Para ahli berpendapat bahwa gangguan bipolar disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial.
Ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko terkena gangguan bipolar, yaitu:
􀂃 Mempunyai hubungan darah atau saudara penderita gangguan bipolar
􀂃 Periode pengalaman hidup yang sangat menekan (stressful).
􀂃 Penyalah guna obat atau alcohol.
􀂃 Perubahan hidup yang besar, seperti ditinggal mati orang yang dicintai.

1.2.     Identifikasi Masalah

Agar makalah ini lebih mudah dipahami oleh pembaca,maka penulis membuat identifikasi masalah sebagai berikut:
1.               Apakah sebenarnya Bipolar disorder itu.
2.               Apakah dampak Bipolar disorder bagikehidupan seorang individu.
3.               Bagaimana langkah dalam menyikapi dampak dari Bipolar disorder dalam kehidupan.

1.3.        Tujuan Penelitian

Bagi Penulis:
1.    Untuk mengikuti perlombaan karya tulis (makalah ilmiah) dalam acara KORSWA STT-HKBP yang ke-32, serta sebagai penambah pengetahuan tentang Bipolar disorder dandanpaknya bagi kehidupan individu.

Bagi Pembaca:
1.    Mengetahui pengaruh bipolar didalam kehidupan
2.    Mengetahui tingkat Alkohol yang masuk kedalam Tubuh juga berperan dalam memicu terjadinya Bipolar.
2.    Untuk mengetahui langkah-langkah dalam menyikapi seseorang dengan Bipolar disorder

1.4.         Kegunaan Penelitian
Masyarakat mampu memahami secara eksplisit bagaimana sebenarnya Bipolar disorder  itu terjadi, sehingga masyarakat dan orang-orang dengan Bipolar disorder mampu memahami dan semakin memperkecil dampak dari bipolar disorder itu sendiri.

1.5.          Kerangka Pemikiran
Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional.[2] Gangguan mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku atau suasana hati (atau beberapa kombinasinya) terkait dengan tekanan yang bermakna dan gangguan fungsi selama jangka waktu tertentu. Gejala gangguan mental bervariasi dari ringan sampai parah, tergantung pada jenis gangguan mental, individu, keluarga dan lingkungan sosio-ekonomi.
Gangguan bipolar adalah gangguan mental emosional dengan ciri-ciri yang khas, yakni adanya swing mood (perubahan mood)  yang berubah sangat drastis. Gejala khas gangguan bipolar adalah episode manik, hipomanik, depresi, dan episode campuran. Gangguan bipolar sesungguhnya sangat menyiksa penderitanya. Pertama karena gangguan ini mempengaruhi tingkah laku atau sikap mereka dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
ISI
2.1.        Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar merupakan gangguan yang terdiri dari afek yang meningkat, dan juga aktivitas yang berlebih (mania atau hipomania), dan dalam jangka waktu yang berbeda terjadi penurunan afek yang disertai dengan penurunan aktivitas (depresi). Gangguan bipolar menurut ”Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision” edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit satu episode manik, hipomanik, atau campuran yang biasanya disertai dengan adanya riwayat episode depresi mayor. Gangguan Bipolar  adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan oleh terdapatnya satu atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu tersebut juga mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania.[3]
Ada beberapa tipe gangguan jiwa bipolar: [4]
1. Gangguan Bipolar Tipe I. Gangguan perasaan sangat mengganggu sehingga penderita kesulitan mengikuti sekolah atau pekerjaan, dan pertemanan. Ketika dalam kondisi mania, penderita ini sering dalam kondisi “berat” dan berbahaya.
2. Gangguan jiwa Bipolar Tipe II. Pada Tipe II, kondisi perasaan tidak seberat Tipe I sehingga penderita masih bisa berfungsi melaksanakan kegiatan harian rutin. Penderita mudah tersinggung. Ketika perasaan “naik”, penderita hanya mencapai tingkat hipomania. Pada Tipe II, kondisi depresi biasanya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kondisi hipomania-nya.
3. Gangguan Cyclothymic, juga dikenal sebagai cyclothymia. Merupakan bentuk ringan dari Gangguan jiwa bipolar. Kondisi mania dan depresi bisa mengganggu, namun tidak seberat pada Gangguan Bipolar I dan Tipe II.
Gejala Gangguan Jiwa Bipolar bervariasi antara satu orang dengan lainnya. Pada sebagian orang, masalah timbul ketika dalam kondisi mania, pada orang lain masalah timbul pada kondisi depresi. Kadang kadang gejala mania dan depresi muncul bersamaan (campuran).
Pada kondisi mania, beberapa gejala yang muncul antara lain:
Euphoria (gembira)
Inflated self-esteem (percaya diri berlebihan)
Poor judgment (kemampuan menilai menjadi jelek)
• Bicara cepat
Racing thoughts (pikiran saling berkejar-kejaran)
Aggressive behavior (perilaku agresif)
Agitation or irritation (agitasi atau iritasi)
• Kegiatan fisik meningkat
Risky behavior (perilaku yang berbahaya)
Spending sprees or unwise financial choices (tidak mampu mengelola uang, mengeluarkan uang tanpa perhitungan)
• Meningkatnya dorongan untuk berprestasi atau mencapai tujuan
• Meningkatnya dorongan seksual
• Berkurangnya dorongan untuk tidur, tidak merasa mengantuk.
• Gampang terganggu konsentrasi
• Berlebihan dalam mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan
• Sering bolos sekolah atau kerja
• Mempunyai waham atau keluar dari realitas
• Prestasi kerja atau sekolah menurun

Pada kondisi depresi, gejala yang muncul antara lain:
• Kesedihan
• Merasa tanpa harapan
• Keinginan atau tindakan bunuh diri
• Anxiety (kecemasan)
• Perasaan bersalah
• Gangguan tidur
• Nafsu makan menurun atau bahkan naik.
• Merasa lelah berlebihan
• Hilangnya minat pada kegiatan yang dulu dinilainya menarik/ menyenangkan


• Sulit berkonsentrasi
• Mudah tersinggung
• Rasa nyeri kronis tanpa alasan yang jelas
• Sering mangkir sekolah/kerja
• Prestasi rendah di sekolah atau tempat kerja
2.2. Gejala (Ciri) Gangguan jiwa Bipolar
1. Seasonal changes in mood, perubahan suasana hati musiman. Seperti pada penyakit Seasonal Affective Disorder (gangguan affektif musiman), suasana hati atau mood penderita bipolar dapat berubah selaras dengan perubahan musim. Beberapa penderita menjadi mania atau hipomania dimusim semi dan musim panas, kemudian berubah menjadi depresi dimusim gugur atau musim dingin. Pada beberapa penderita bipolar lain, gejalanya malah kebalikannya, yaitu depresi di musim panas namun hipomania atau mania dimusim dingin.
2. Rapid cycling bipolar disorder. Pada beberapa penderita gangguan bipolar perubahan suasana hati berlangsung cepat, yaitu mengalami perubahan mood (suasana hati) 4 kali atau lebih dalam setahun. Namun kadang kadang, perubahan perasaan bisa berlangsung lebih cepat, yaitu dalam hitungan jam.
3. Psikosis. Pada penderita bipolar dengan gejala mania atau depresi berat, sering muncul gejala psikosis yaitu pemikiran yang tidak berdasar realita. Gejalanya bisa berupa halusinasi (suara atau penglihatan) dan delusi (percaya sesuatu yang berbeda dengan kenyataan).
a. Gejala gangguan bipolar pada anak anak dan remaja
Biasanya tidak jelas perubahan dari mania ke depresi atau sebaliknya, pada anak anak dan remaja, gejala yang menonjol adalah sikap yang mudah meledak (marah atau menangis), perubahan suasana hati yang cepat, agresif dan ugal-ugalan/sembrono (reckless). Sebagai contoh, seorang anak dengan gangguan bipolar bisa terlihat sangat gamang atau pandir/bodoh, dan kemudian diikuti dengan tangisan atau kemarahan panjang dalam kurun waktu satu hari.[5]
2.2.        Faktor Penyebab
Layaknya penyakit kejiwaan lainnya hingga kini penyebab gangguan Biopolar juga belum diketahui dengan pasti penyebab gangguan bipolar bersifat komplek atau multi faktor. Gangguan bipolar bukan hanya disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan kimia didalam otak yang cukup disembuhkan dengan minum obat obatan. Para ahli berpendapat bahwa gangguan bipolar disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial.
Menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa resiko atau factor penyebab gangguan jiwa bipolar, yaitu:

1.    Genetika dan riwayat keluarga. Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada penderita yang mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar. Riwayat pada keluarga dengan penyakit bipolar bukan berarti anak atau saudara akan pasti menderita gangguan bipolar. Penelitian menunjukkan bahwa pada orang orang dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka kemungkinannya terkena bipolar akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap bipolar disorder memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15%-30% dan bila kedua orang tuanya mengidap bipolar disorder, maka 50%-75%. anak-anaknya beresiko mengidap bipolar disorder. Artinya ada factor predisposisi terhadap gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak akan terkena gangguan bipolar. Faktor predisposisi gangguan bipolar bisa terjadi juga karena anak meniru cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang menderita gangguan bipolar. [6]

2.    Kerentanan psikologis(psychological vulnerability). Kepribadian dan cara seseorang menghadapi masalah hidup kemungkinan juga berperanan dalam mendorong munculnya gangguan bipolar.

3.     Gangguan keseimbangan hormonal.[7]
Sistem Neurochemistry dan Mood Disorders Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap bipolar disorder adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam menjalankan tugasnya. Norepinephrin, dopamine, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls syaraf. Pada penderita bipolar disorder, cairan-cairan kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang. Sebagai contoh, suatu ketika seorang pengidap bipolar disorder dengan kadar dopamine yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi. Fase ini terjadi ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar. Seseorang yang menderita bipolar disorder menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh reward (pencapaian tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert(bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamine dan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan reward atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.
Sistem Neuroendokrin Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus.Hipotalamus berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituarity. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.
4.     Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events). Riwayat pelecehan, pengalaman hidup yang menekan.
  • Bipolar Disorder tidak memiliki penyebab tunggal. Tampaknya orang-orang tertentu secara genetik cenderung untuk bipolar disorder. Namun tidak semua orang dengan kerentanan mewarisi penyakit berkembang, menunjukkan bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi pencitraan otak menunjukkan perubahan fisik pada otak orang dengan bipolar disorder. Dalam penelitian lain disebutkan, poin ketidakseimbangan neurotransmitter, fungsi tiroid yang abnormal, gangguan ritme sirkadian, dan tingkat tinggi hormon stres kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini terlibat dalam pengembangan bipolar disorder. Faktor-faktor eksternal yang disebut pemicu. Pemicu dapat memulai episode baru mania atau depresi atau membuat gejala yang ada buruk. Namun, banyak episode gangguan bipolar terjadi tanpa pemicu yang jelas.
  • Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antar perseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (reward) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita bipolar disorder yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab diatas, alkohol, obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya bipolar disorder.
  • Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal. Berikut ini adalah faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya bipolar disorder, antara lain:
o   Stress peristiwa kehidupan Stres dapat memicu gangguan bipolar pada seseorang dengan kerentanan genetik. Peristiwa ini cenderung melibatkan perubahan drastis atau tiba-tiba-baik atau buruk-seperti akan menikah, akan pergi ke perguruan tinggi, kehilangan orang yang dicintai, dipecat.
o   Penyalahgunaan Zat Meskipun penyalahgunaan zat tidak menyebabkan gangguan bipolar, itu dapat membawa pada sebuah episode dan memperburuk perjalanan penyakit. Obat-obatan seperti kokain, ekstasi, dan amphetamine dapat memicu mania, sedangkan alkohol dan obat penenang dapat memicu depresi.
o   Obat obat tertentu, terutama obat-obatan antidepresan, bisa memicu mania. Obat lain yang dapat menyebabkan mania termasuk obat flu over-the-counter, penekan nafsu makan, kafein, kortikosteroid, dan obat tiroid.
o   Kurang Tidur,  jam istirahat yang tidak cukup bisa memicu episode mania.
2.3.    Beberapa kondisi kesehatan yang biasanya menyertai gangguan jiwa bipolar.
Pada seseorang yang menderita gangguan jiwa bipolar, sebelum mendapat diagnosa atau beberapa saat setelah didiagnosa, sering ditemukan beberapa penyakit lain. Kondisi tersebut perlu didiagnosa dan diobati karena dapat memperburuk gangguan bipolar. Beberapa kondisi tersebut adalah:[8]
o   Anxiety disorder, gangguan kecemasan termasuk didalamnya post traumatic stress disorder (PTSD .
o   Kecanduan obat bius. Banyak penderita gangguan bipolar juga kecanduan rokok, alcohol atau obat obatan. Obat obatan atau alcohol seperti dapat meringankan gejala bipolar, namun sebenarnya akan dapat memicu, memperparah atau memperlama depresi atau mania.
o   Gangguan kesehatan fisik. Penderita gangguan jiwa bipolar sering menderita sakit jantung, kelenjar gondok atau kegemukan.

2.4.        Pengaruh Bipolar pada Kehidupan individu
1.    Gangguan mood
Karena sifatnya mood-nya yang iritabel, mudah tersinggung, baik dalam kondisi mania maupun depresi, orang dengan gangguan bipolar kerap memiliki masalah dalam hubungan interpersonal dengan keluarga dan orang lain di sekitarnya. Saat manik mereka merasa dikekang, merasa tidak diterima dan dihalangi mewujudkan ide-idenya yang terlalu optimistik. Kadangkala mereka juga curiga orang lain iri terhadap kehebatannya, dan berusaha menjegal upayanya mendapatkan hal-hal besar yang menjadi cita-citanya. Pada saat depresi mereka cenderung menyalahkan keluarga dan orang terdekat sebagai penyebab kegagalan dan penderitaannya, karena mereka nampak tidak cukup menolong, tidak cukup kasih sayang, dan tidak cukup perhatian.
Masalah dalam hubungan interpersonal juga muncul karena  umumnya mereka tidak memiliki tilikan diri yang baik, mereka tidak  merasa sedang sakit, karena itu seringkali penderita gangguan bipolar menolak atau menghentikan sendiri pengobatannya. Tilikan diri yang kurang ini , justru dipertahankan, antara lain karena pada kondisi mania atau hipomania penderita merasa sedang dalam kondisi baik, senang, bersemangat, giat bekerja, optimistik, hal-hal yang sebetulnya positif bila tidak terjadi berlebihan.
Kondisi mania dapat menyeret individu melakukan berbagai hal yang membuahkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari, misalnya investasi yang tidak bijaksana, berjudi karena merasa sedang beruntung, menghambur-hamburkan uang untuk “charity”, membeli barang-barang dalam jumlah banyak yang sebenarnya tidak diperlukan, perilaku berisiko misalnya penggunaan zat terlarang, mengebut di jalan, berdandan berlebihan hingga mengundang bahaya, melakukan hubungan seks tanpa terpikir risiko, dan sebagainya. Dalam kondisi mania atau depresi yang berat individu dapat mengalami gangguan psikosis, pikirannya tidak lagi berdasarkan kenyataan. Orang dengan gangguan bipolar juga rentan melakukan bunuh diri . 25%-50% pasien dengan gangguan bipolar mencoba bunuh diri setidaknya sekali selama hidup mereka,  dan upaya ini berhasil pada 1 dari 5 kasus. Pada umumnya tindakan bunuh diri dilakukan pada saat mood sedang turun / mulai turun, atau pada kondisi psikosis.[9]
Mania
Depresi
  • Peningkatan energi, aktifitas, rasa tidak lelah
  • euforia : rasa senang berlebihan
  • Iritabilitas, mudah terusik
  • Pikiran berpacu , bicara cepat penuh tekanan, volume suara keras,  lompat gagasan
  • Kurang konsentrasi, perhatian mudah teralih
  • Kebutuhan  tidur berkurang
  • Pemikiran tidak realistis mengenai kemampuan dan kekuasaan
  • Daya nilai kurang
  • Belanja berlebihan
  • Perilaku yang berisiko dan tidak bertanggung jawab
  • Dorongan seksual meningkat
  • Ketelanjangan,memajang seksualitas
  • Penyalahgunaan zat
  • Perilaku provokatif, agresif, atau ikut campur

  • Penurunan energi, merasa lelah, dan lambat
  • Perasaan sedih, cemas, hampa
  • Gelisah, iritabel
  • Kehilangan keinginan terhadap aktifitas yang sebelumnya disukai, termasuk seks
  • Terlalu banyak tidur, atau tidak bisa tidur
  • Pesimis, kehilangan harapan
  • Perubahan nafsu makan/ penambahan  atau pengurangan berat badan
  • Nyeri kronis
  • Pikiran atau tindakan bunuh diri
Diambil dari Saleh Rahman (2009)[10]
2. Penggunaan Alkohol Pada Gangguan Bipolar
Menurut Ahli Psikologi Albert George Orang-orang dengan Gangguan Bipolar I mempunyai kemungkinan 3kali lebih besar untuk mempunyai gangguan penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol, dan 7 kali lebih mungkin mempunyai gangguan penyalahgunaan atau ketergantungan obat-obatan dibandingkan dengan populasi umum. Pasien-pasien dengan gangguan bipolar adalah 26 kali lebih mungkin untuk mempunyai gangguan panik dan 8 kali lebih mungkin mempunyai gangguan obsesi-kompulsif daripada orang-orang didalam populasi umum tanpa gangguan mood.[11] Pasien-pasien dengan gangguan bipolar biasanya minum untuk meringankan kedua gejala-gejala manik dan depresi mereka, meskipun bukti menunjukkan bahwa risiko yang paling besar untuk heavy drinking terjadi selama fase manik dari penyakit.
Meskipun peneliti-peneliti telah mengusulkan penjelasan-penjelasan mengenai hubungan yang erat antara alkoholisme dengan gangguan bipolar, hubungan yang tepat diantara gangguan-gangguan ini tidaklah secara baik dimengerti. Satu penjelasan yang diusulkan adalah bahwa gangguan psikiatrik tertentu (seperti gangguan bipolar) mungkin merupakan faktor risiko untuk gangguan penggunaan zat. Kemungkinan lain, gejala-gejala gangguan bipolar dapat muncul selama intoksikasi ataupun withdrawal. Contohnya, withdrawal dari alkohol dapat mencetuskan gejala-gejala bipolar. Studi-studi lain berpendapat bahwa orang-orang dengan gangguan bipolar menggunakan alkohol selama episode manik dalam usaha untuk pengobatan diri, untuk memperpanjang stadium yang menyenangkan mereka atau untuk menenangkan agitasi pada saat mania. Peneliti-peneliti lain mengusulkan bahwa penggunaan alkohol dan withdrawal dapat mempengaruhi kimia otak yang sama (neurotransmiter) seperti yang terlibat didalam gangguan bipolar, dengan cara demikian menyebabkan satu gangguan dapat merubah perjalanan klinis dari gangguan yang lainnya. Dengan kata lain, penggunaan alkohol dan withdrawal dapat mencetusakan gejala-gejala gangguan bipolar. Masih belum jelas mekanisme potensial mana yang mungkin berhubungan kuat dengan alkoholisme dan gangguan bipolar. Mungkin hubungan ini tidak mencerminkan penyebab dan efeknya secara sederhana, tetapi lebih kompleks dan saling berhubungan, dan faktor-faktor genetik juga dapat berperan.Peran faktor-faktor genetik dalam gangguan psikiatri telah memperoleh banyak perhatian akhir-akhir ini. Beberapa bukti yang tersedia telah mendukung kemungkinan transmisi keluarga pada kedua gangguan bipolar dan alkoholisme. Preisig pada tahun 2001 menemukan hubungan keluarga yang lebih besar antara alkoholisme dan gangguan bipolar daripada alkoholisme dan depresi unipolar.
Gangguan bipolar yang disertai gangguan penggunaan alkohol dihubungkan dengan konsekuensi negatif, yaitu risiko yang besar untuk ketidakpatuhan terhadap pengobatan, penyembuhan yang lambat dari episode-episode mood, lebih sering hospitalisasi, bunuh diri, dan kecelakaan.[12]

2.5.        Pemeriksaan dan Pengobatan
a.    Pemeriksaan dan Diagnosa
Bila dokter menduga adanya gangguan bipolar, maka dokter biasanya akan mengajukan beberapa pertanyaan dan melakukan pemeriksaan fisik dan psikologis. Hal tersebut diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang menimbulkan gejala seperti yang dikeluhkan oleh pasien, menemukan diagnose penyakit dan mendeteksi adanya komplikasi. Beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
o   Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan berat badan tinggi badan, suhu tubuh, tekanan darah dan detak nadi, mendengarkan jantung dan paru paru serta memeriksa perut.
o   Pemeriksaan laboratorium. Dokter mungkin akan memerintahkan pemeriksaan darah rutin, atau pemeriksaan fungsi kelenjar gondok bila ada indikasi kearah gangguan fungsi kelenjar gondok.
o   Pemeriksaan psikologis. Untuk mengecek ada tidaknya depresi dan mania, dokter atau tenaga kesehatan akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran, dan pola perilaku pasien. Dokter atau petugas akan mengajukan pertanyaan tentang gejala, kapan mulainya, apakah pernah mengalami hal yang sama dulu. Dokter juga akan menanyakan apakah ada pemikiran kearah menganiaya diri sendiri atau bunuh diri. Pasien mungkin akan diminta untuk mengisi kuestionnaire (daftar pertanyaan) untuk membantu menentukan ada tidaknya depresi dan mania.
o    Mood charting. Untuk mengetahui secara pasti apa yang terjadi, dokter akan meminta pasien untuk mencatat suasana hati (mood), pola tidur dan hal hal lain yang akan mendukung diagnose dan pengobatan gangguan bipolar.

b.    Pengobatan gangguan bipolar

Biasanya pengobatan gangguan bipolar memerlukan waktu lama. Penderita gangguan bipolar tetap perlu minum obat meskipun perasaannya sudah membaik. pengobatan gangguan bipolar biasanya memerlukan penanganan dokter spesialis jiwa, dengan melibatkan psikolog maupun perawat jiwa. Penanganan gangguan bipolar dilakukan dengan pemberian obat-obatan, psikoterapi (individual atau kelompok, keluarga), penyuluhan kesehatan dan dukungan kelompok.

Perawatan di rumah sakit. Penderita gangguan bipolar memerlukan perawatan di rumah sakit bila perilakunya membahayakan diri sendiri atau sekitar, adanya gejala psikosis (tidak berdasar realita), atau ada upaya bunuh diri.
·         Pengobatan awal. Sering penderita bipolar harus minum obat, kemudian pengobatan jangka panjang disesuaikan dengan perkembangan penyakitnya.
·         Pengobatan lanjutan. Penderita gangguan bipolar biasanya memerlukan pengobatan jangka panjang. Berhenti minum obat sering menyebabkan penderita kambuh.
·         Pengobatan kecanduan obat terlarang. Penderita gangguan bipolar yang menderita kecanduan alkohol atau obat terlarang perlu diobati agar gangguan bipolarnya bisa dikendalikan.

Obat obatan[13]
Ada berbagai macam obat untuk gangguan bipolar. Bila satu jenis obat tidak cocok, masih ada jenis lain yang mungkin akan lebih sesuai. Kadang dokter mengkombinasikan beberapa obat untuk mendapatkan manfaat yang maksimal. Obat untuk gangguan bipolar antara lain berupa obat untuk menstabilkan suasana hati (mood) sehingga tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi, dan obat lain untuk mengendalikan kecemasan (anxiety) dan depresi. Ada beberapa jenis obat untuk obat gangguan bipolar, yaitu:
·         Lithium (Lithobid, dll) merupakan obat untuk menstabilkan suasana hati (mood stabilizer) yang efektif dan sudah dipergunakan selama bertahun-tahun. Pada pemberian lithium, pemeriksaan darah secara periodik diperlukan karena lithium dapat menyebabkan gangguan kelenjar thyroid atau ginjal. Efek samping yang sering muncul adalah: mulut kering, gangguan pencernaan dan gelisah.
·         Anticonvulsants. Obat yang mentsabilkan suasana hati (mood stabilizer) dalam kelompok ini antara lain: valproic acid (Depakene, Stavzor), divalproex (Depakote) and lamotrigine (Lamictal). Obat asenapine (Saphris) bisa dipakai untuk mengobati episode campuran (mixed episode). Efek samping tergantung obat yang diminum, antara lain berupa: pusing, penambahan berat badan dan perasaan mengantuk (drowsiness). Beberapa jenis anticonvulsant bisa mengakibatkan efek samping lebih serius seperti bercak bercak merah di kulit, gangguan darah dan gangguan liver.
·         Antipsikotik.Beberapa obat antipsikotik seperti aripiprazole (Abilify), olanzapine (Zyprexa), risperidone (Risperdal) dan quetiapine (Seroquel) bisa diberikan pada penderita gangguan bipolar yang tidak cocok dengan obat dari kelompok anticonvulsants. Satu satunya obat antipsikotik yang dianjurkan oleh FDA (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Amerika) untuk gangguan bipolar adalah quetiapine, namun dokter tetap dapat meresepkan obat yang lain. Efek samping yang timbul tergantung obat yang dipakai, namun yang sering muncul adalah: penambahan berat badan, penglihatan kabur, gemetar (tremor), mengantuk dan detak jantung yang cepat. Pada anak anak penambahan berat badan sering jadi keluhan. Obat antipsikotik sering mengganggu kemampuan mengingat (memory) dan gangguan perhatian (atensi) dan gerakan spontan otot wajah dan anggota badan.
·         Obat anti depresi. Tergantung gejala yang ada, dokter kemungkinan akan memberi obat anti depresi. Pada beberapa kasus, pemberian anti depresi pada penderita gangguan bipolar bisa memicu timbulnya gejala mania. Namun hal ini bisa dihindari bila obat anti depresi diberikan bersamaan dengan obat penstabil suasana hati (mood stabilizer). Efek samping paling sering dari anti depresi adalah menurunnya dorongan seksual dan kesulitan orgasme.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Gangguan bipolar adalah gangguan yang berat bahkan juka dibandingkan dengan depresi penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
·         Faktor biologi
·         Faktor Genetik
·         Faktor lingkungan
·         Faktor Psikologis
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya  rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Episode depresif dari gangguan bipolar memiliki kriteria diagnostik yang sama dengan gangguan depresi mayor episode tunggal. Sedangkan pada gangguan bipolar episode campuran terdapat gejala-gejala manik atau hipomanik dan depresi yang berganti-ganti secara cepat pada suatu periode waktu yang berlangsung sekurangnya satu minggu. Pada tampilan klinis, seorang yang menderita gangguan bipolar episode campuran biasanya mengalami kondisi mood yang sangat tidak stabil. Secara umum, terdapat dua jenis gangguan bipolar, pada gangguan bipolar tipe satu, ditemukan sekurangnya satu episode manik. Sedangkan pada gangguan bipolar tipe dua ditemukan sekurangnya satu episode hipomanik. Hingga saat ini, tatalaksana untuk gangguan bipolar masih difokuskan dalam pemberian terapi farmakologi. Obat-obat golongan mood stabilizer diberikan (seperti Lithium dan Valproate) baik untuk kondisi akut maupun untuk terapi maintenance yang bertujuan mencegah kekambuhan. Terapi farmakologis biasanya dikombinasi dengan terapi non farmakologis berupa psikoterapi.

3.2. Saran
Jika pembaca menemukan seseorang dengan Gangguan Bipolar, hal pertama dan terpenting yang harus dilakukan adalah membantunya untuk memperoleh bantuan berupa diagnosa dan penanganan yang tepat. Kamu bisa mengantarkannya ke psikiater, psikolog, atau pusat kesehatan terdekat. Beri dukungan agar orang tersebut mau memperoleh penanganan. beberapa hal di bawah ini dapat diakukan untuk membantu orang yang mengalami bipolar disorder:
  1. Beri dukungan emosional, pengertian, dan kesabaran baginya.
  2. Mengingatkan dan kontrol jalannya penanganan, baik obat-obatan maupun psikoterapi.
  3. Jangan pernah mengabaikan keinginannya untuk menyakiti diri sendiri, laporkan dan konsultasikan dengan tenaga kesehatan.



[1] Nature Adler, A. Understanding Human, Terj. Beram Walfe, (New. York: Permabook-Greenberg, 1949).123
[2] Disadur dari http://ahmad-zainikhan.blogspot.co.id/p/makalah-psikologi.html. diakses pada tanggal 04 April 2016 pukul 10.47
[3] National Comorbidity Survey, berdasarkan kepada DSM-IV (dengan sampel sebanyak 9282 responden), mengestimasi prevalensi seumur hidup untuk Gangguan Bipolar adalah 3,9%. Perempuan dan laki-laki adalah sama-sama berkemungkinan untuk berkembang menjadi Gangguan Bipolar , meskipun perempuan dilaporkan lebih banyak mengalami episode depresi daripada laki-laki, dan secara bersamaan pula, lebih berkemungkinan untuk memperoleh Gangguan Bipolar
[4] Nature Adler, A. Understanding Human, Terj. Beram Walfe, (New. York: Permabook-Greenberg, 1949).124
[5] Koswara, Teori-Teori Kepribadian, (Bandung: PT. Eresco, 1991).34
[6] Ibid. 51
[7] Sheldon, W.H. The Varieties Of Temperament: a Psychology of Constutional Difference, (New York : Harper, 1942).134
[8] John W. et al Bery, Psikologi Lintas Budaya: Reset dan Aplikasi, Penerjemahan Edi Suhartono, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999).112
[9] Abdul Saleh Rahman. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Prespektif Islam.(Jakarta:Kencana.2009).78
[10] Op. Cit. 79
[11] Abraham Alex. Psikologi Umum. (Bandung: CV. Pustaka Setia 2003).117
[12] Disadur dari http://matahatidefisa.blogspot.co.id/2014/08/bipolar-disorder.html diakses pada tanggal 04 April 2016
[13] Disadur dari https://psikiaterku.wordpress.com/psikiater- -psikolog/ Pada Tanggal 04 April 2016






Daftar Pustaka :

 Adler, Nature A. Understanding Human, Terj. Beram Walfe, (New. York: Permabook-Greenberg, 1949).
 Alex ,Abraham.  Psikologi Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia 2003).
 Gordon, Allport. Personality a Psychological Interpretation, (Constable & Co. Ltd. London, 1971).
Koswara, Teori-Teori Kepribadian, (Bandung: PT. Eresco, 1991).
Saleh Rahman Abdul. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Prespektif Islam.(Jakarta:Kencana.2009).
Sheldon, W.H. The Varieties Of Temperament: a Psychology of Constutional Difference, (New York : Harper, 1942).
Sujanto, Agus,  Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Aksara Baru, 1927).
W. John. et al Bery, Psikologi Lintas Budaya: Reset dan Aplikasi, Penerjemahan Edi Suhartono, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999).
Yusuf, Irwan. 2014. Mengenal Penderita Bipolar. [online]. (http://matahatidefisa.blogspot.co.id/2014/08/bipolar-disorder.html)
Zainikhan, Ahmad. 2013. Bipolar Gangguan Kejiwaan. [online]. (http://ahmad-zainikhan.blogspot.co.id/p/makalah-psikologi.html.)